ANALISIS

Terusik Gaji Tinggi Pegawai Pajak Nakal

CNN Indonesia
Jumat, 25 Nov 2016 17:02 WIB
Dengan menjabat sebagai Kepala Sub Direktorat Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak, HS sebenarnya sudah memiliki penghasilan yang tinggi.
Dengan menjabat sebagai Kepala Sub Direktorat Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak, HS sebenarnya sudah memiliki penghasilan yang tinggi. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Jakarta, CNN Indonesia -- Agenda Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk mereformasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) harus ternoda akibat perbuatan nakal salah satu pegawainya.

Senin (21/11) lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencokok seorang pegawai pajak eselon III berinisial HS. Pejabat tersebut diduga menerima suap dari pengusaha asal Surabaya senilai US$ 148.500 atau setara Rp1,99 miliar untuk mengakali kewajiban pembayaran pajak PT E.K. Prima Ekspor Indonesia sebesar Rp78 miliar.

Nilai uang suap itu bisa dibilang cukup besar bagi seorang pegawai eselon III seperti HS. Meskipun dengan jabatannya sebagai Kepala Sub Direktorat Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum DJP, HS sebenarnya memiliki penghasilan jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan pegawai eselon III di instansi lainnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

HS diketahui menerima tunjangan kinerja hingga Rp45 juta setiap bulannya di luar gaji pokok. Fasilitas tunjangan kinerja tersebut ia dapatkan sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 37 Tahun 2015 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di lingkungan DJP. Aturan yang ironisnya diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi), untuk meningkatkan integritas pegawai pada instansi yang setiap tahun sangat diandalkan pemerintah mengisi dompet negara.

Dalam beleid Perpres itu dirinci tunjangan kinerja yang berhak diterima pejabat struktural eselon III dengan peringkat jabatan 19 adalah Rp46,47 juta sedangkan untuk yang memiliki peringkat jabatan satu tingkat lebih rendah di bawahnya diganjar tunjangan sebesar Rp42,08 juta.

Namun, maling tetaplah maling. Pernyataan tersebut meluncur dari mulut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution. Pria yang pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Pajak pada kurun waktu 2006-2009 menjelaskan, jika dibandingkan dengan kementerian secara umum, gaji yang diterima oleh para fiskus relatif lebih tinggi.

Darmin bertutur, pada 2007 silam saat dirinya dipercaya Menteri Keuangan Sri Mulyani melakukan reformasi birokrasi, satu hal yang terbersit di pikirannya adalah memperbaiki gaji dan tunjangan kinerja pada pegawai DJP. Lewat reformasi tersebut, para fiskus yang baru lulus dari bangku kuliah diganjar dengan gaji yang tinggi dan cukup kompetitif jika dibandingkan dengan pegawai korporasi.

Namun ironisnya dalam kurun waktu 2007 hingga kini, aparat penegak hukum masih rajin menangkapi oknum-oknum di kantor pajak. Sejumlah nama pegawai pajak sudah tercatat kerap melakukan main mata dengan Wajib Pajak (WP) yang seharusnya diawasinya.

Sebut saja Dhana Widyatmika, Bahasyim Assifie, Mohammad Dian Irwan Nuqisra dan Eko Darmayanto, Tommy Hendratno, Pargono Riyadi dan yang paling fenomal yakni Gayus Tambunan.

'Iya, tapi beginilah, sebagus apapun dibuat DJP, beberapa gelintir tetap saja maling," ujar Darmin di kantornya, Jumat (25/11).

Keberadaan para mafia di lumbung uang penerimaan negara menuntut pemerintah harus kembali menengok program reformasi perpajakan sebagai agenda krusial yang harus segera dituntaskan.

Menurut Darmin, reformasi perpajakan tidak hanya harus fokus membahas cara menggenjot penerimaan negara namun juga mengenai program pengawasan internal DJP.

Pengawasan internal yang kuat diyakininya mampu mencegah timbulnya permufakatan jahat antara pegawai pajak dengan WP nakal.

Ia menyebut perbaikan sistem informasi dan teknologi (IT) bisa menjadi kunci utama peningkatan pengawasan lembaga pajak. Impian untuk mendirikan sistem IT khusus tersebut, sebenarnya telah ada di benak Darmin sejak dirinya menduduki kursi Pajak 1, namun sistem tersebut tak kunjung terwujud,

"Ada beberapa sistem IT yang memang krusial harus dibuat supaya 'kesempatan itu' menjadi minim," ujarnya.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara bahkan menyebut aksi tersebut bisa menurunkan kredibilitas Kementerian Keuangan sebagai bendahara negara. Ia menyebut program pengampunan pajak (Tax Amnesty) bisa menjadi langkah awal otoritas fiskal berbenah diri.

"Kalau mau reformarsi kita tax amnesti dulu supaya lebih bersih, TA bukan hanya untuk mengumpulkan penerimaan tahun ini, sekali saja seumur hidup tapi setelah itu tidak ada lagi, tapi itu hanya untuk mendata aset yang ada di dalam dan luar negeri sehingga pajak memiliki basis pajak yang lebih baik," ujar Suahasil.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER