Manufaktur, Pintu Keluar Indonesia dari 'Middle Income Trap'

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Jumat, 25 Nov 2016 11:12 WIB
Selama lebih dari 28 tahun, Indonesia mandek di kelompok negara kelas menengah ke bawah dengan pendapatan per kapita US$3.400 per tahun.
Selama lebih dari 28 tahun, Indonesia mandek di kelompok negara kelas menengah ke bawah dengan pendapatan per kapita US$3.400 per tahun. (REUTERS/Iqro Rinaldi).
Surabaya, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) menilai, industri manufaktur bisa menjadi pintu keluar Indonesia untuk meloloskan diri dari jebakan kelompok negara kelas menengah (middle income trap).

Asal tahu saja, selama lebih dari 28 tahun, Indonesia mandek di kelompok negara kelas menengah ke bawah dengan pendapatan per kapita sekitar US$3.400 per tahun. Apabila tidak ingin terjebak, maka produk domestik bruto per kapita Indonesia harus lebih dari US$12.000 per tahun di tahun 2030 mendatang.

"Keinginan lepas dari middle income trap harus didorong oleh reformasi struktural, terutama pada industri manufaktur," terang Yoga Affandi, Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI di Surabaya, Kamis (24/11) malam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Yoga, masyarakat dapat menaikkan taraf hidupnya bukan karena bantuan uang tunai dari pemerintah, tetapi karena bekerja. Adapun, sektor yang bisa menyerap banyak tenaga kerja dan memberikan penghasilan yang layak adalah industri manufaktur.

"Terbukti, di banyak negara-negara besar, ketika mereka mau memajukan taraf hidup, mereka beralih dari sektor pertanian ke manufaktur baru ke jasa," katanya.

Nah, persoalannya, industri manufaktur di Indonesia tengah mengalami kemunduran, terutama saat booming harga komoditas, di mana pelaku usaha di Indonesia lebih memilih untuk menjual langsung komoditas ketimbang mengembangkan manufaktur.

Sekadar membandingkan, sebelum krisis ekonomi tahun 1998 lalu, kontribusi industri manufaktur terhadap kue perekonomian bisa mencapai 28 persen. Pada kuartal ketiga tahun ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, porsinya melorot menjadi hanya 19,9 persen.

Menurut Yoga, sektor manufaktur bisa didorong dengan melakukan reformasi struktural melalui pembangunan infrastruktur dan peningkatan konektivitas. Selain itu, pelaku industri juga harus bisa meningkatkan kualitas dari produk manufaktur domestik, sehingga bisa bersaing dengan negara lain.

"Keinginan kita untuk mensejahterakan rakyat harus diikuti dengan transformasi di sektor-sektor yang memang memiliki akar yang kuat di negara kita," ucapnya.

Josua Pardede, Ekonom Bank Permata menambahkan, untuk keluar dari middle income trap, pemerintah perlu meningkatkan kualitas pertumbuhan. Tak hanya berkonsentrasi untuk mengejar suatu angka pertumbuhan ekonomi tertentu.

"Jangan kita mau mengejar pertumbuhan 6 persen, 7 persen, tetapi bagaimana kualitas pertumbuhan ekonomi kita? Hal itu bisa dilihat dari bagaimana elastisitas pertumbuhan ekonomi untuk menyerap tenaga kerja," imbuh Josua.

Ia menegaskan, tahun 2000-an lalu, satu persen pertumbuhan ekonomi bisa menyerap 400 ribu hingga 500 ribu-an tenaga kerja. Tetapi, satu persen pertumbuhan ekonomi tahun lalu, penyerapan tenaga kerja cuma sekitar 250 ribu-an saja.

Dengan mengembangkan sektor manufaktur, pertumbuhan ekonomi diharapkan, dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja. Pada akhirnya, sambung dia, meningkatkan taraf hidup masyarakat. (bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER