Sofjan Wanandi Dukung Pemerintah Keluar dari OPEC

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Kamis, 01 Des 2016 17:25 WIB
Indonesia akan merugi kalau bertahan sebagai anggota OPEC karena harus memangkas produksi minyaknya hingga 37 ribu barel per hari.
Sofjan Wanandi, Ketua Tim Ahli Wakil Presiden, mendukung langkah pemerintah untuk kembali membekukan keanggotaannya dalam Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC). (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf).
Jakarta, CNN Indonesia -- Sofjan Wanandi, Ketua Tim Ahli Wakil Presiden, mendukung langkah pemerintah untuk kembali membekukan keanggotaannya dalam Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC). Ia menilai, Indonesia akan menanggung rugi kalau bertahan sebagai anggota OPEC karena harus memangkas produksi minyaknya hingga 37 ribu barel per hari.

"Daripada rugi, wajar kita keluar OPEC. Daripada di dalam OPEC, kita juga tidak ada gunanya. Kita kan net importer sekarang," ujarnya saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (1/12).

Apalagi, hingga kini untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri Indonesia masih harus mengimpor minyak mentah dari luar. Di sisi lain, ada ekspektasi kenaikan harga minyak mentah jika kesepakatan OPEC untuk memangkas produksi minyak sebesar 1,2 juta bph berjalan. Hal ini tentunya bisa menyebabkan beban ekspor meningkat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebetulnya, keuntungan Indonesia bergabung dengan OPEC hanya sebatas bisa ikut berunding dan mendengar kebijakan para anggota OPEC. Namun, karena kontribusi produksi Indonesia sangat kecil, Indonesia tidak punya suara untuk menentukan kebijakan yang diambil.

Per akhir Oktober, realisasi produksi minyak Indonesia hanya mencapai 834.203 barel per hari (bph) atau hanya sekitar 2,5 persen dari total produksi minyak anggota OPEC, 33,8 juta bph. "Kita tidak bisa juga menentukan kebijakan OPEC yang ditentukan oleh pemain-pemain besar saja," terangnya.

Sementara itu, Ketua Dewan Penasihat Asosiasi Pengusaha Indonesia memproyeksi, kenaikan harga minyak mentah tahun depan masih dalam taraf wajar atau di bawah US$60 per barel.

Hal ini membuat Sofjan yakin dampaknya tak akan terlalu besar pada beban subsidi energi negara. "Pokoknya di bawah US$60 per barel lah. Masih reasonable (masuk akal). Kalau naiknya terlalu besar, mati kita. Nanti subsidi kita besar sekali," tutur Sofjan.

Pemerintah mengalokasikan subsidi energi Rp77,2 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017, dengan asumsi harga minyak mintah US$45 per barel.

Adapun, subsidi energi terdiri dari subsidi jenis Bahan Bakar Minyak tertentu dan elpiji tabung 3 kilogram sebesar Rp 32,3 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp 44,9 triliun.

Sebagai informasi, pasca diumumkannya kesepakatan pemangkasan produksi minyak anggota OPEC, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) CLc1 futures untuk Januari naik US$4,21 per barel atau 9,6 persen ke angka US$49,44 per barel.

Sementara itu, harga Brent LCOc1 futures untuk bulan January juga menguat US$4,09 per barel, atau 8,82 persen ke angka US$50,47 per barel. (bir/gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER