Jakarta, CNN Indonesia -- PT Freeport Indonesia memastikan akan membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (
smelter) di Gresik, Jawa Timur, setelah melakukan perpanjangan kontrak dengan pemerintah Indonesia pada tahun 2019 mendatang.
Hal ini dikatakan oleh Direktur Freeport Indonesia Clementino Lamury saat menghadiri rapat dengar pendapat di Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat.
Ia beralasan, untuk membangun
smelter di Gresik, perseroannya memerlukan biaya yang besar, makanya Freeport memerlukan kesepakatan final terkait kontrak tersebut untuk membangun
smelter.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bahwa pada prinsipnya, kami akan bangun kembali
smelter jika sudah ada kesepakatan (kontrak)," kata Clementino di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Rabu (7/12).
Pada prinsipnya, ia mengatakan, pembangunan
smelter di Gresik sudah dilaksanakan, meskipun kemajuannya memang tidak terlalu cepat.
Sebelumnya, Freeport menyebutkan, pembangunan
smelter Gresik telah mencapai 11,5 persen. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan yang saat itu menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Menteri ESDM mengungkapkan, kemajuan pembangunan
smelter Gresik tercatat 14 persen per Juli 2016.
Dengan demikian, kemajuan pembangunan
smelter Freeport hanya mencapai 2,5 persen dalam setahun belakangan.
Terkait hal ini, Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Golkar Dito Ganinduto menuturkan, tidak adanya kemajuan pembangunan yang signifikan terhadap
smelter Gresik bisa jadi merupakan akal-akalan Freeport untuk tetap mendapatkan izin ekspor hasil tambangnya ke luar negeri.
"Kalau memang pembangunannya menunggu kepastian kontrak, di-banned saja izin ekspornya. Apalagi, kalau sudah pasti nggak mau bangun sebelum ada kontrak, ada aturannya," imbuh Dito
Sebagai informasi, kewajiban membangun
smelter merupakan implementasi turunan dari Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam UU tersebut, pemerintah melarang adanya kegiatan ekspor untuk beberapa komoditas termasuk konsentrat tembaga, emas, dan perak yang diproduksi Freeport.
Namun, berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 tahun 2014, Freeport masih diperbolehkan mengekspor konsentrat dengan memenuhi sejumlah prasyarat.
(bir/gen)