Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR Kemenkeu) melihat rasio utang 2017 terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tetap terjaga di bawah kisaran 30 persen, yakni sekitar 28 persen.
Direktur Strategis dan Portofolio Utang DJPPR Scenaider Clasein H. Siahaan menyatakan, salah satu faktor terjaganya rasio utang tersebut adalah kondisi perekonomian yang semakin baik. Ditambah dengan kebijakan Donald Trump yang akan menggenjot proyek infrastruktur di Amerika Serikat (AS).
"Kalau dia bangun, dia perlu banyak komoditas. Jadi komoditas akan terangkat juga misal nikel, timah, dan tembaga," ungkap Scenaider di Bali, Jumat (9/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Scenaider menyatakan pembangunan infrastruktur yang dilakukan AS, akan menguntungkan negara-negara yang kaya akan komoditas seperti Indonesia. Berkah dari pembangunan di negara Paman Sam dipastikan akan menambah pemasukan negara. Selain itu, penambang yang bergerak dalam bidang nikel, timah, dan tembaga otomatis akan meraup untung.
"Menambang, lalu ngambil kredit, dan sebagainya. Begitu tinggi, inflasi akan naik sehingga The Fed akan naik," ucap dia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan pemerintah akan menjaga rasio utang terhadap PDB pada kisaran 27 persen ditengah adanya jumlah utang baru untuk menambal defisit.
Penambahan utang tersebut berasal dari pembiayaan dari penerbitan surat utang sebesar Rp384,7 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 yang diperuntukkan bagi pendanaan investasi dan kegiatan pembangunan yang produktif.
Bila dirinci, pembiayaan tersebut terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) neto sebesar Rp399,9 triliun dan pinjaman neto sebesar minum Rp15,3 triliun. Penerbitan yang sebesar Rp399,9 triliun atau secara bruto mencapai Rp597,035 triliun akan dilakukan melalui penerbitan di pasar domestik dan internasional.
Sementara, Direktur Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko Kemenkeu Robert Pakpahan menjelaskan, pemerintah bakal menerbitkan surat berharga negara (SBN) valuta asing (valas) pada semester I tahun depan dengan denominasi selain mata uang yen.
"Penerbitan tahun depan karena kecenderungan tingkat bunga naik, kemudian lebih cepat lebih baik," ungkap Robert.
Kemenkeu sendiri telah melaksanakan transaksi penjualan Surat Utang Negara (SUN) dalam valas berdenominasi dolar AS seri R10122, R10127, dan R10147 senilai US$3,5 miliar. Menurut Robert, transaksi yang merupakan bagian dari program
global medium terms notes (MTN) sebesar US$50 miliar tersebut sudah dilakukan pada awal Desember ini.
"Dengan penerbitan ini kami berhasil
secure anggaran di 2017 seandainya pajak terdelay di awal tahun sehingga kebutuhan cash tetap ada. Lalu dengan penerbitan ini kita tidak mengambil likuiditas domestik yang saat ini tengah diisukan sedang ketat oleh perbankan," papar dia.
(gen)