Jakarta, CNN Indonesia -- Efek dari pesta demokrasi Amerika Serikat yang memenangkan Donald Trump sebagai presiden pengganti Barrack Obama agaknya masih berlanjut. Bagi negara-negara berkembang (
emerging market), sentimen negatifnya bahkan terasa cukup signifikan. Tak terkecuali bagi Indonesia yang mendadak mengalami
capital outflow atau arus modal asing keluar.
Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih mengungkapkan, sepanjang November, dana asing yang keluar dari Indonesia mencapai US$2,3 miliar.
Capital outflow terutama terasa usai pengumuman hasil pemilu AS 8 November lalu hingga sekarang.
"Dana asing di pasar uang sudah keluar US$1,3 miliar selama November 2016. Di pasar saham, ada keluar sekitar US$1 miliar dalam satu bulan. Jadi, dana yang keluar itu US$2,3 miliar dalam bentuk portfolio saham dan obligasi," ujar Lana dalam seminar Arah Kebijakan Bank Indonesia 2017, Kamis (1/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut Lana menuturkan, kondisi ini merupakan respon pelaku pasar atas sejumlah rencana Trump. Salah satunya, yakni memangkas penerimaan negara dari sektor pajak dengan memberikan fasilitas keringanan pajak bagi perusahaan dan masyarakat kelas menengah. Strategi ini dipercaya mampu mendongkrak daya beli dan produksi.
Pemangkasan penerimaan tersebut secara otomatis akan membuat defisi anggaran pemerintah AS melebar, sehingga penerbitan surat utang negara (obligasi) dianggap bisa menjadi alternatif pembiayaan negara tahun depan.
Hal itu, menurutnya, harus mendapat perhatian khusus Indonesia, mengingat masih tingginya angka ketergantungan pembiayaan dalam negeri terhadap dana-dana asing untuk menutup defisit transaksi berjalan.
"Dampak dari naiknya utang AS ini yang perlu diperhatikan, karena akan mengganggu likuiditas global. Obligasi pemerintah AS bisa menyerap dana-dana global yang selama ini berada di negara-negara emerging market," imbuh Lana.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara mengungkapkan, setelah kemenangan Trump, imbal hasil (yield) obligasi AS bertenor 10 tahun merangkak naik dari 1,7 persen menjadi 2,3 persen. Hal tersebut yang berdampak pada pelemahan nilai mata uang rupiah belakangan ini.
"Kalau yield meningkat dan kemudian didorong oleh ekonomi dalam negerinya kencang, maka dua hal yang terjadi, yaitu membuat inflasi meningkat lebih cepat dari perkiraan semula, juga bisa membuat dolar menjadi menarik kembali," jelas Mirza.
Kendati demikian, Mirza optimistis, dampak Trump terhadap perkonomian global hanya akan dirasakan sementara. Hal tersebut hanya mencerminkan perilaku investor yang bingung akibat kondisi yang di luar dugaan.
"Tetapi, sebenarnya, kami belum tahu. Ini semua adalah spekulasi, makanya kami menunggu periode Desember-Januari, siapa anggota kabinet Trump. Kami sangat menunggu bagaimana pidato kebijakan Trump di awal tahun," pungkasnya.
(bir/gen)