APP Kuasai Seperempat Pasar Kertas Fotokopi Negara Sakura

Ike Agestu | CNN Indonesia
Kamis, 15 Des 2016 18:59 WIB
Sinar Mas APP mengklaim telah menguasai 25 persen pasar kertas fotokopi di Jepang, meski sempat terganjal isu lingkungan.
Stan APP Jepang di pameran Eco Pro di Tokyo, 8-11 desember 2016, dikunjungi lebih dari 9000 orang. (CNN Indonesia/Ike Agestu)
Jepang, CNN Indonesia -- Anak perusahaan Sinar Mas, APP Jepang, menguasai 25 persen pasar kertas fotokopi di Jepang.

Angka itu, menurut Tan Ui Sian, Kepala Perwakilan APP Jepang, merupakan yang terbesar di Negara Sakura.

"Di Jepang ada 1,2 juta ton konsumsi kertas fotokopi setiap tahun, 25 persennya dari APP Jepang (APP-J). Selain itu, perusahaan lain rata-rata di bawah 10 persen," kata Tan kepada wartawan berbagai media dari Indonesia di Tokyo, beberapa hari lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Memasuki tahun ke-19, APP-J pertama kali dengan join venture dengan Itochu, dengan komposisi saham 50-50. Namun saat ini, APP-J menguasai 86 persen saham, dan sisanya masih dipegang Itochu.

Selain kertas fotokopi, APP-J yang masih mengimpor semua produk dari Indonesia, dipasarkan pula printing paper, industrial paper, dan universal paper seperti kertas tisu.

Untuk kertas tisu, Jepang mengurasai hanya 5 persen pasar di Jepang. (CNN Indonesia/Ike Agestu)Untuk kertas tisu, APP menguasai sekitar 5 persen pasar di Jepang. (CNN Indonesia/Ike Agestu)
Printing paper seperti juga di semua negara maju, termasuk Jepang, saat ini mengalami penurunan sekitar 15-20 persen,” ujar Tan. Namun menurut dia, itu bisa diimbangi dengan penjualan kertas fotokopi dan tisu. Meski hanya memiliki pangsa pasar sekitar 5 persen di Jepang, Tan mengklaim penjualan tisu APP-J cenderung stabil.

“Warga Jepang lebih menyukai kertas fotokopi kita karena warnanya lebih putih, dibanding produk Jepang yang warnanya lebih kuning, yellow-ish,” ucapnya.

APP Jepang saat ini menyumbang US$400 juta—menduduki peringkat ketiga—dari UUS$12 miliar total penjualan APP global.

Isu lingkungan

Untuk masuk ke pasar Jepang, Tan mengaku tidak mudah. Salah satu penyebabnya, menurut dia, adalah isu lingkungan.

“Sejak 2013, kami zero deforestation. 100 persen HTI (hutan tanaman indsutri), komitmen kami adalah tidak menggunakan hutan alam,” akunya.

APP memiliki sekitar 1 juta hektare HTI di Indonesia, jika digabung dengan mitra pemasok lainnya.

Selain itu, APP-J juga aktif ikut serta dalam berbagai acara lingkungan, seperti Eco Pro-International Exhibition on Evironment and Energy yang berlangsung di Tokyo pada akhir pekan lalu, 8-10 Desember 2016.

Eco Pro diikuti oleh sekitar 750 perusahaan, dari berbagai belahan dunia.

“Ini tahun keempat kita ikut Eco Pro. Waktu awal, hanya ada sekitar 3000 orang yang datang. Kita masih banyak diserang juta karena isu kayu ilegal di Indonesia. Tapi tahun ini stan kita dikunjungi lebih dari 9 ribu orang,” kata dia.

Tan Ui San, Kepala Perwakilan APP Jepang ketika menerangkan soal pangsa pasar APP kepada wartawan di Tokyo. (CNN Indonesia/Ike Agestu)Tan Ui San, Kepala Perwakilan APP Jepang ketika menerangkan soal pangsa pasar APP kepada wartawan di Tokyo. (CNN Indonesia/Ike Agestu)
Hal lain, adalah dengan berupaya mendapat sertifikasi bagi HTI milik APP.

Saat ini, sekitar 80 persen dari 1 juta hektar HTI milik APP dan rekanan pemasoknya sudah disertifikasi oleh PEFC (Programme for the Endorsement of Forest Certification Scheme). PEFC merupakan organisasi non-profit yang mempromosikan manajemen hutan secara berkelanjutan.

“Saat ini baru 80 persen yang disertifikasi PEFC, namun kami menargetkan 100 persen pada 2020,” ujar Tan.

Menurut data dari PEFC, saat ini hanya 1,5 juta hektare HTI Indonesia yang disertifikasi oleh PEFC. Angka ini sangat jauh di bawah negara Asia lain, seperti misalnya Malaysia dan Australia. Ada 4 juta HTI milik Malaysia yang disertifikasi, sementara 26,5 juta hektare HTI Australia yang disertifikasi PEFC.

“Jumlah ini memang kecil, kemungkinan karena memang Indonesia belakangan bergabung dengan PEFC, yakni tahun 2012. Sedangkan Australia dan Malaysia bergabung dengan PEFC pada 2002. Belum lagi, untuk mendapat sertifikasi, prosesnya panjang dan mahal,” kata Haruyoshi Takeuchi, Sekretaris Jenderal PEFC Jepang. (stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER