Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait peninjauan ulang dua pasal di dalam Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan tidak akan mempengaruhi kemajuan proyek-proyek ketenagalistrikan yang dijalankan pemerintah, termasuk program megaproyek 35 ribu Megawatt (MW).
Pasalnya, Kementerian ESDM menilai dua pasal tersebut masih tidak berseberangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Sehingga, aktivitas pembangunan fasilitas ketenagalistrikan oleh pengembang swasta (
Independent Power Producer/IPP) masih dijamin oleh hukum.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Sujatmiko menjelaskan, pemerintah tidak menghilangkan kendalinya di dalam penyediaan usaha ketenagalistrikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejatinya, lanjut dia, pedoman penetapan tarif ke konsusmen, penetapan wilayah usaha, harga jual listrik, hingga perizinan di bidang ketenagalistrikan masih diatur oleh negara sesuai dengan Pasal 5 di beleid yang sama.
"Karena aturan Kementerian ESDM sesuai dengan amar putusan MK, maka seharusnya program ketenagalistrikan ini tidak berseberangan dengan UUD 1945. Kami nyatakan bahwa peninjauan ini tidak akan berpengaruh dengan program-program ketenagalistrikan yang sedang dijalankan," tutur Sujatmiko di Kementerian ESDM, Kamis (15/12).
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa keputusan ini juga tidak mempengaruhi peraturan penyediaan listrik yang lain seperti Peraturan Menteri 38 Tahun 2016. Kendati demikian, ia berjanji bahwa instansinya akan meninjau beberapa peraturan turunan dari UU tersebut.
"Ini untuk membuktikan bahwa kegiatan ketenagalistrikan yang menyangkut kepentingan umum tetap dikuasai negara," ujarnya.
Sebelumnya, MK memutuskan bahwa pasal 10 ayat 2 UU Nomor 30 Tahun 2009 bertentangan dengan UUD 1945 karena memperbolehkan praktik
unbundling, di mana usaha pembangkitan tenaga listrik, transmisi tenaga listrik, distribusi tenaga listrik, dan/atau penjualan tenaga listrik bisa dilakukan secara terpisah. Pasal ini ditafsirkan bahwa negara tidak hadir di dalam penyelenggaraan sektor ketenagalistrikan.
Di samping itu, MK juga memutusukan bahwa pasal 11 ayat 1 di beleid yang sama bertentangan dengan UUD 1945 karena dianggap menghilangkan prinsip "dikuasai negara".
Kepala Biro Hukum Kementerian ESDM, Hufron Asrofi menilai wajar praktik
unbundling di bisnis ketenagalistrikan karena listrik yang dijual ujung-ujungnya pasti diserahkan ke PT PLN (Persero) yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah. Maka dari itu, tidak ada bedanya jika bisnis listrik dilakukan secara
bundling maupun
unbundling terintegrasi.
Ini sangat berbeda dengan sektor migas, di mana sektor hulu dan hilirnya harus dilakukan secara
unbundling mengingat rezim kontrak bagi hasil produksi (
Production Sharing Contract/PSC) masih menganut sistem
cost recovery.
"Yang ada adalah, kegiatan usaha pembangkitan, transmisi dan kegiatan usaha penjualan ini tidak harus terpisah, tapi perlu terintegrasi. Makanya listrik IPP dibeli PLN, agar terintegrasi," ujarnya
Sementara itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Agus Triboesono menjelaskan bahwa putusan MK ini bukan berarti pembatalan kedua pasal yang dimaksud. "Yang jelas, kedua pasal tersebut menyatakan bahwa pemerintah masih ikut serta di dalam sektor ketenagalistrikan," jelasnya.
(gen)