Jakarta, CNN Indonesia -- Pelaku usaha niaga gas menyebutkan intervensi pemerintah dalam mengatur tingkat pengembalian investasi bisa mengubah tingkat keekonomian. Pengusaha niaga gas khawatir akses ke pembiayaan investasi terpengaruh.
Ketua Umum Indonesian Natural Gas Trader (INGTA) Sabrun Jamil Amperawan bilang, tingkat pengembalian internal (Internal Rate of Return/IRR) dan jangka waktu yang dibutuhkan untuk menutupi investasi (payback period) menjadi aspek yang membuat perbankan tertarik membiayai sektor niaga gas.
Kalau kedua aspek ini berubah, ada potensi perbankan enggan untuk membiayai investasi. Menurutnya, Kementerian ESDM sebelumnya telah melakukan sosialisasi kebijakan ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Kementerian ESDM juga meminta pengusaha niaga gas untuk memundurkan payback period dari lima tahun menjadi 15 tahun dengan tingkat IRR 12 persen agar tarif penyaluran gas bisa turun. Namun, tuturnya, tak ada bank yang mau menerima permohonan pembiayaan jika usahanya baru balik modal 15 tahun mendatang.
"Tentu saja, kami mau mengantarkan gas untuk konsumen. Tapi harus dilihat, apakah dengan perubahan IRR dan payback period ini reasonable (beralasan) untuk perbankan? Kalau 15 tahun payback period, mana ada bank yang mau? Pembangkit listrik saja payback period tujuh tahun," ujar Sabrun kepada CNN Indonesia, Jumat (9/12)
Tidak cuma itu, pelaku usaha juga memerlukan kepastian terkait penyerapan gas jika masa keekonomian pipa diperpanjang. Namun, sayangnya, saat ini tak ada konsumen yang mau berkontrak gas dengan jangka waktu 15 tahun.
"Saat ini, kontrak pembelian paling lama adalah tiga tahun. Tidak ada yang mau 15 tahun kecuali memang pelanggannya kuat. Katakanlah pembeli gasnya single buyer, tentu tidak akan menciptakan skala ekonomis," terangnya.
Sementara, otomatis umur ekonomis pipa juga harus diperpanjang demi mengimbangi payback period. Sayangnya, pemerintah tak menjamin bahwa pasokan gas akan tetap aman selama 15 tahun ke depan. Di samping itu, pemerintah juga belum menyediakan infrastruktur gas yang mumpuni agar pasokan gas bisa terjaga di masa depan.
Ia berharap, pemerintah juga perlu berbenah diri sebelum meminta dunia usaha mengubah tingkat keekonomian gas. "Jangan cuma fokus menurunkan harga gas kalau infrastruktur saja tidak ada. Jadi, Kementerian ESDM jangan berdiri sendiri, harus membuat suasana di mana perbankan mendukung," imbuh dia.
Sebagai informasi, Kementerian ESDM berencana untuk mengatur tingkat IRR dan masa depresiasi pipa agar tarif distribusi gas bisa terbilang wajar sesuai Pasal 21 Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2009. Rencananya, peraturan itu akan dimasukkan ke dalam revisi beleid tersebut yang dijadwalkan terbit pada tahun depan.
Sebagai informasi, panjang pipa gas seluruh Indonesia per Juli 2016 mencapai 9.215,75 kilometer (km). Sebanyak 4.831,04 km atau 52,42 persen merupakan pipa gas open access.
(bir)