Inflasi Stabil Jadi Senjata Redam Efek Suku Bunga AS

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Jumat, 16 Des 2016 19:05 WIB
Bank Indonesia mewaspadai rencana pemerintah memangkas subsidi listrik golongan 900 Volt Ampere (VA) karena berpotensi mengerek inflasi.
Bank Indonesia mewaspadai rencana pemerintah memangkas subsidi listrik golongan 900 Volt Ampere (VA) karena berpotensi mengerek inflasi. (CNN Indonesia/Elisa Valenta Sari)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) menilai dampak kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) atau Fed Fund Rate (FFR) tahun depan mampu diredam oleh perekonomian domestik selama tingkat inflasi terjaga. Sebelumnya, hasil rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) minggu ini memberikan sinyal adanya kemungkinan kenaikan FFR sebanyak tiga kali tahun depan.

“Tantangan kita, karena suku bunga eksternal naik, kita di dalam negeri harus bisa menjaga inflasinya," tutur Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityawaswara dalam acara Outlook Perekonomian Indonesia 2017 di Hotel Indonesia Kempinski, Jumat (16/12).

Menurut Mirza, rencana pemerintah memangkas subsidi listrik golongan 900 Volt Ampere (VA) perlu dilakukan dengan hati-hati. Pasalnya, kebijakan itu berpotensi meningkatkan inflasi, terutama di kategori harga yang diatur pemerintah (administered price).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Pengurangan subsidi juga harus dibuat sedemikian rupa agar inflasi terukur," ujarnya.

Senada dengan Mirza, Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo juga mewaspadai dampak pemangkasan subsidi listrik tahun depan. Bulan lalu, Direktur Eksekutif Ekonomi dan Kebijakan Moneter BI Juda Agung memperkirakan rencana pemerintah menghapus subsidi listrik bagi 18,94 juta pengguna listrik berdaya 900 volt bakal mengerek inflasi 0,95 persen di tahun depan.

“Dewan Gubernur perlu mengantisipasi rencana kenaikan administered price, terutama rencana kenaikan tarif listrik di tahun 2017 yang perlu kita waspadai dan antisipasi,” kata Perry ditemui terpisah.

Di sisi lain, Perry meyakini cadangan devisa (cadev) cukup kuat untuk meredam gejolak nilai tukar rupiah di awal tahun depan. Per akhir November lalu, total cadev Indonesia masih tersisa US$ 111,46 miliar. Cadev di akhir tahun diperkirakan akan menebal seiring masuknya dana dari penerbitan obligasi global pemerintah senilai US$3,5 miliar.

Inflow dari obligasi global akan menyebabkan jumlah cadev naik lagi, maka lebih dari cukup sebagai secondline untuk mengantisipasi perubahan (kondisi) dari sisi eksternal,” ujarnya.

Selain itu, BI juga akan terus konsisten menerapkan bauran kebijakan terkait dengan aturan suku bunga, nilai tukar rupiah, dan pengawasan (surveillance) demi menjaga stabilitas makro. Hal itu juga diiringi dengan koordinasi dengan pemerintah dari sisi fiskal dan makroprudensial.

Tak hanya itu, BI juga akan berupaya memperdalam pasar keuangan domestik. Jika pasar keuangan semakin dalam, dampak negatif sentimen global diharapkan bisa diredam.

“Kalau alternatif investasi di aset keuangan di dalam negeri itu lebih bervariasi, lebih banyak, tentu saja akan lebih membuat [investor] kerasan, konsteksnya seperti itu,” ujarnya (gir)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER