Sesuai Prediksi, BI Tahan Suku Bunga Acuan 4,75 Persen

Dinda Audriene | CNN Indonesia
Kamis, 15 Des 2016 18:25 WIB
Pemulihan ekonomi dunia dinilai BI masih lemah seiring dengan pertumbuhan ekonomi negara maju yang berjalan melambat kecuali Amerika Serikat yang membaik.
Pemulihan ekonomi dunia dinilai BI masih lemah seiring dengan pertumbuhan ekonomi negara maju yang berjalan melambat kecuali Amerika Serikat yang membaik. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan atau BI 7 days repo rate sebesar 4,75 persen. Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) sore ini, Kamis (15/12).

Menurut Tirta, hal ini dilakukan sengaja di tengah ketidakpastian pasar keuangan global dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Ia menilai, pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial yang telah dilakukan sebelumnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi domestik.

"BI akan mengoptimalkan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga keseimbangan antara stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan dengan proses pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung," ungkap Tirta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk menopang pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, lanjut Tirta, BI juga terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dalam mengelola likuiditas, menjaga inflasi, memperkuat stimulus, dan memastikan pelaksanaan reformasi struktural.

Sementara, pemulihan ekonomi dunia dinilai BI masih lemah seiring dengan pertumbuhan ekonomi negara maju yang berjalan melambat kecuali Amerika Serikat (AS) yang membaik. Hal tersebut tercermin dalam data sektor tenaga kerja dan meningkatnya inflasi, sehingga The Fed menaikkan suku bunganya kemarin.

"Kenaikan ini diiringi dengan kecenderungan kenaikan pada tahun depan yang lebih tinggi sehingga berpotensi meningkatkan cost of borrowing di pasar keuangan global," imbuh Tirta.

Adapun, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan berasal dari pertumbuhan ekonomi negara berkembang seperti India dan China. Selain itu, harga komoditas juga menjadi indikator lainnya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi global. Namun demikian, BI memandang tetap perli mewaspadai risiko global yang berasal dari ketidakpastian arah kebijakan AS, khususnya kebijakan fiskal dan perdagangan internasional. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER