Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) menyatakan penurunan suku bunga kredit perbankan masih mungkin terjadi tahun depan meskipun otoritas tersebut akan lebih berhati-hati dalam melakukan pelonggaran moneter. Sikap hati-hati tersebut dipicu oleh perkembangan perekonomian global yang masih diliputi ketidakpastian.
Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan saat ini suku bunga kredit perbankan belum sepenuhnya merefleksikan penurunan suku bunga acuan (
policy rate) yang telah dilakukan BI sejak awal tahun.
"Penurunan
policy rate kami 150 basis poin, [rata-rata] penurunan suku bunga kredit kan baru 67 basis poin. Suku bunga kredit masih akan turun secara bertahap dan sejalan dengan proses konsolidasi [internal] yang dilakukan oleh perbankan," tutur Perry saat ditemui di Kantor BI, Jumat (16/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perry mengungkapkan, penurunan suku bunga pinjaman lambat berjalan karena perbankan perlu mengakumulasi cadangan risiko kredit. Hal itu seiring dengan meningkatnya risiko kredit.
"Sekarang itu sudah puncaknya dan kebutuhan untuk ini [mengakumulasi cadangan kredit] sudah mulai menurun. Dengan turunnya kebutuhan itu kecepatan penurunan suku bunga kredit juga akan lebih cepat," ujarnya.
Biasanya, lanjut Perry, besarnya penurunan suku bunga kredit memang tidak akan sepenuhnya mencerminkan penurunan suku bunga acuan. Hal ini berbeda dengan suku bunga deposito yang umumnya bisa merefleksikan
policy rate secara penuh.
"Tapi yang jelas penurunan suku bunga kredit bisa di atas 100 basis poin," kata Perry.
Dengan rata-rata penurunan suku bunga kredit saat ini 67 bsp, Perry memperkirakan masih ada peluang untuk turun lagi sekitar 50 bsp hingga kuartal II 2017.
Sebagai informasi, Bank Indonesia (BI) mencatat pertumbuhan kredit perbankan sebesar 8,5 persen hingga November 2016. Realisasi ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang hanya 7,5 persen secara tahunan (year on year/YOY).
Sementara, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) per Oktober lalu tercatat 22,9 persen dan rasio likuiditas sebesar 20,2 persen. Kemudian, rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) sebesar 3,2 persen (gross) dan 1,5 persen (net).
(gir)