KALEIDOSKOP 2016

Retrospeksi Ekonomi dan Tumpukan PR Jokowi

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Jumat, 30 Des 2016 15:30 WIB
Salah satu PR pemerintah adalah mencari cara agar turunnya ketimpangan (rasio gini) dipicu oleh naiknya kesejahteraan masyarakat golongan bawah.
Salah satu PR pemerintah tahun depan adalah mencari cara agar turunnya ketimpangan (rasio gini) dipicu oleh naiknya kesejahteraan masyarakat golongan bawah. (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf).
Jakarta, CNN Indonesia -- "Tahun 2016 akan ditutup mungkin dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen. Itu memang lebih baik dari tahun lalu, tapi itu bukan suatu yang terbaik yang bisa kita lalui, kita masih bisa lebih baik lagi," - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Sepanjang tahun ini, duet Joko Widodo (Jokowi) - Jusuf Kalla (JK) dituntut untuk mengeluarkan kebijakan ekonomi yang bisa menjaga momentum pemulihan ekonomi Indonesia.

Setelah tahun lalu ekonomi hanya melaju 4,79 persen, jauh di bawah target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 sebesar 5,7 persen, pemerintah mulai lebih realistis dalam menetapkan target dan dalam mengelola fiskal.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Turbulensi perekonomian global masih menjadi faktor penekan pertumbuhan ekonomi domestik. Belum lagi, ketidakpastian global terus meningkat yang diantaranya dipicu oleh kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS), keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit), berlanjutnya restrukturisasi ekonomi China, hingga kemenangan Donald J. Trump dalam Pemilihan Presiden AS ke-41 jelang akhir tahun.

Secara garis besar, ada tiga gebrakan Jokowi sebagai upaya untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi tahun ini. Pertama, penunjukkan kembali Sri Mulyani Indrawati sebagai Menteri Keuangan (Menkeu). Kemudian, pemangkasan anggaran belanja serta implementasi amnesti pajak.
Retrospeksi Ekonomi dan Berbagai Tumpukan PR JokowiKembalinya Sri Mulyani Indrawati ke dalam struktur pemerintahan menjadi salah satu langkah Jokowi memperbaiki ekonomi. (CNN Indonesia/Safir Makki)


Kejutan Sri Mulyani

Pada akhir Juli, Jokowi merombak 13 Kementerian dalam reshuffle kabinet jilid II. Salah satunya, Sri Mulyani Indrawati kembali ditunjuk menjadi Menteri Keuangan menggeser Bambang P.S. Brodjonegoro.

Kabar terpilihnya mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu sebagai nakhoda fiskal Indonesia langsung direspons positif oleh pasar.

Chief Economist BCA David Sumual mengatakan respons positif para pelaku pasar tercermin dari penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Pengumuman perombakan kabinet menyebabkan nilai tukar rupiah menguat 38 poin (0,29 persen) ke Rp13.137 per dolar AS, setelah bergerak di kisaran Rp13.103-Rp13.167, dalam penutupan perdagangan, Rabu (27/7) silam.

"Saya lihat kabar reshuffle tersebut mempengaruhi penguatan kurs rupiah domestik, padahal secara regional nilai kurs negara-negara lagi tidak bagus," ujar David saat dihubungi kala itu.

Menurut David, Sri Mulyani merupakan sosok yang kredibel, independen, dan tahan terhadap tekanan. Hal itu terbukti saat ia menghadapi kasus Bank Century pada 2008 silam. Ditambah dengan reputasinya yang diakui di mata dunia, kehadiran Sri Mulyani memberikan keyakinan kepada pasar akan perekonomian Indonesia ke depan.

Pemangkasan Anggaran

Tahun ini, Jokowi dua kali memerintahkan penghematan anggaran. Hal ini dipicu oleh tingginya pagu anggaran belanja tak diiringi oleh realisasi penerimaan negara.

Jokowi menyampaikan perintah penghematan pertama dengan menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Langkah-langkah Penghematan dan Pemotongan Belanja Kementerian/Lembaga (K/L). Di mana sejumlah K/L diperintahkan untuk melakukan penghematan APBN 2016 hingga Rp50,01 triliun akibat penerimaan sektor migas yang kemungkinan besar lebih rendah dari asumsi sebelumnya.

Instruksi penghematan K/L juga dituangkan dalam revisi APBN 2016 yang disahkan pada Juni lalu di mana target pertumbuhan ekonomi dipangkas dari 5,3 persen menjadi 5,2 persen dan defisit anggaran diperlebar dari 2,15 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) menjadi 2,35 persen dari PDB.

Pemangkasan kedua, disampaikan Sri Mulyani tak lama setelah ia ditunjuk sebagai bendahara negara. Pada Rabu (3/8) lalu, Sri Mulyani mengumumkan rencana pemangkasan anggaran belanja negara sebesar Rp133 triliun dari pagu, Rp2.082,9 triliun, menyusul adanya proyeksi shortfall penerimaan negara sebesar Rp219 triliun dari target Rp1.786,2 triliun di akhir tahun. Dalam perkembangannya total pemangkasan anggaran yang dititahkan membengkak menjadi Rp137,6 triliun.

Perempuan asal Bandar Lampung beralasan, keputusan tidak populer ini harus diambilnya guna menjaga kredibilitas APBN seiring mengetatnya fiskal. Salah satunya, untuk memenuhi ketentuan bahwa defisit anggaran negara tidak boleh melampaui 3 persen dari PDB.
Retrospeksi Ekonomi dan Berbagai Tumpukan PR JokowiPemangkasan anggaran yang dilakukan pemerintah berimbas negatif pada laju pertumbuhan ekonomi. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)


Seperti diduga, sejumlah pengamat yang menyayangkan keputusan itu menilai pemangkasan anggaran pemerintah berdampak negatif pada laju pertumbuhan ekonomi. Hal itu terbukti kala Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal III 2016 hanya 5,02 persen. Di mana konsumsi pemerintah berkontribusi negatif 2,97 persen secara tahunan.

Amnesti Pajak

Wacana program pengampunan pajak (tax amnesty) sebenarnya telah bergulir sejak tahun lalu. Namun, pelaksanaannya baru bisa dilakukan setelah Undang-undang Nomor 11 Tahun 2016 disahkan pada 1 Juli 2016 lalu.

Pemerintah menyatakan tujuan implementasi program ini ada tiga yaitu memperbaiki basis data pajak, insentif warga negara Indonesia untuk melakukan repatriasi aset, serta mendongkrak penerimaan.
Retrospeksi Ekonomi dan Berbagai Tumpukan PR JokowiPresiden Jokowi saat meluncurkan program amnesti pajak pertengahan tahun ini. (ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi)


Per Rabu (28/12), pelaksanaan program yang digadang terbaik di dunia ini mampu mengungkap lebih dari Rp4.136 triliun harta yang belum pernah dilaporkan wajib pajak serta menambah penerimaan negara sebesar Rp104 triliun yang berasal dari uang tebusan, pembayaran tunggakan pajak, dan pembayaran bukti permulaan. Jumlah ini dipastikan akan terus bertambah mengingat program baru berakhir pada 31 Maret 2017 mendatang.

Amnesti pajak seolah menjadi penyelamat penerimaan pajak tahun ini. Tanpa program ini, penerimaan pajak hanya akan naik tipis dari tahun lalu atau bahkan negatif seiring dengan belum pulihnya aktivitas ekonomi.

Sebagai gambaran, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi penerimaan pajak hingga akhir November 2016 baru mencapai Rp965 triliun atau berkisar 71,2 persen dari target sepanjang tahun yang sebesar Rp1.355,2 triliun.

Jika dibandingkan dengan pencapaian periode yang sama tahun lalu, realisasi penerimaan pajak sebelas bulan pertama itu hanya tumbuh sekitar 12 persen.

Pekerjaan Rumah

Direktur Eksekutif Center of Reforms on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengungkapkan secara umum, kondisi ekonomi tahun ini memang lebih baik dibandingkan tahun lalu.

Hal itu tercermin dari perbaikan indikator makroekonomi diantaranya pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan bisa menembus 5 persen, lebih tinggi dari tahun lalu, 4,79 persen. Kemudian, tingkat inflasi juga cenderung rendah dengan tetap di kisaran 3 persen, mirip dengan tahun lalu.

Tak hanya itu, indikator makro terkait kualitas pertumbuhan juga mengalami perbaikan. Hal itu ditandai dengan turunnya angka statistik dari tingkat kemiskinan, ketimpangan dan pengangguran dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Berdasarkan data BPS, per Maret 2016,jumlah penduduk miskin mencapai 28,01 juta orang atau setara 10,86 persen dari total populasi penduduk di Indonesia. Angka ini turun bila dibandingkan Maret 2015 yang mencapai 28,59 juta orang atau setara 11,22 persen.

Dalam periode yang sama, BPS juga mencatat perbaikan tingkat ketimpangan yang tercermin dari penurunan angka gini ratio dari periode Maret 2015 yang tercatat 0,408 menjadi 0,397 pada Maret 2016.

Selanjutnya, per Agustus 2016, juga terjadi penurunan tingkat pengangguran terbuka sebanyak 530 ribu orang dari sebelumnya 7,56 juta orang pada Agustus 2015 menjadi 7,03 juta orang pada Agustus 2016.

"Namun, kalau hanya melihat angka-angka indikator makro itu tidak cukup. Karena, di balik angka-angka statistik yang sekilas menunjukkan perbaikan, di belakang itu pekerjaan rumahnya masih banyak," tutur Faisal.

Ia mencontohkan, turunnya ketimpangan merupakan pola yang biasa terjadi saat ada perlambatan ekonomi. Dalam kondisi itu, ekonomi masyarakat golongan menengah atas terpukul sehingga bisa mengurangi ketimpangan. Dengan kata lain, turunnya ketimpangan bukan disebabkan oleh naiknya pendapatan maupun daya beli masyarakat miskin.

Untuk itu, ke depan pemerintah perlu mencari cara agar turunnya ketimpangan justru dipicu oleh naiknya kesejahteraan masyarakat golongan bawah.

Berikutnya, pertumbuhan ekonomi tahun ini juga belum bisa meningkatkan penciptaan lapangan kerja dengan optimal. Pasalnya secara sektoral, pertumbuhan ekonomi ditopang oleh sektor-sektor yang memiliki nilai tambah rendah dan minim menyerap tenaga kerja seperti sektor perdangan dan jasa keuangan.

"Sementara, sektor yang sifatnya bisa diperdagangkan seperti pertanian, pertambangan, manufaktur, pertumbuhannya rendah dan penyerapan tambahan tenaga kerjanya juga rendah," jelasnya.

Kemudian, sektor konstruksi juga belum tumbuh dan menyerap tenaga kerja secara signifikan. Hal ini merupakan anomali mengingat pemerintah tengah menggalakkan pembangunan infrastruktur.

"Pada kenyataannya, dalam setahun terakhir dibandingkan tahun lalu, jumlah tenaga kerja di sektor konstruksi menurun 230 ribu orang," ujarnya.

Dari sisi kemiskinan, Faisal juga melihat tingkat kedalaman kemiskinan masyarakat yang masuk dalam kategori miskin meningkat. Artinya, rata-rata orang miskin itu penghasilannya semakin jauh dari standar batas kemiskinan, yaitu sebesar US$2 per hari.

"Jadi masih banyak PR yang harus dikerjaan atau diselesaikan oleh pemerintah," jelasnya.

Penyusunan Anggaran

Lebih lanjut, Faisal juga meminta agar proses penganggaran APBN harus lebih baik sehingga tidak terjadi lagi pemangkasan berulang.
Retrospeksi Ekonomi dan Berbagai Tumpukan PR JokowiEkonom Avialiani meminta pemerintah lebih hati-hati menyusun APBN, karena menurutnya pemangkasan anggaran di tengah jalan justru merusak kredibilitas pemerintah. (CNN Indonesia/Elisa Valenta Sari)


Pasalnya, pemangkasan belanja berulang mencerminkan APBN yang tidak kredibel dan memberikan sinyal negatif kepada pelaku pasar.

Ditemui terpisah, ekonom Aviliani menambahkan pemerintah perlu mempercepat penyerapan belaja negara agar tidak melulu menumpuk di akhir tahun. Dengan demikian, dampak pencairan belanja negara bisa lebih merata dirasakan masyarakat sepanjang tahun.

"Belanja pemerintah memang bukan kontributor utama dalam perekonomian tetapi belanja pemerintah merupakan penggerak utama (prime mover)," jelas Aviliani.

Ia meyakini, jika pemerintah tahun depan bisa memperbaiki pola pencairan anggarannya, bukan tidak mungkin ekonomi tahun depan akan tumbuh melampaui target APBN 2017 sebesar 5,1 persen. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER