Jakarta, CNN Indonesia --
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan mencatat penurunan produksi rokok hingga enam miliar batang di sepanjang tahun lalu. Hal ini dikhawatirkan akan memengaruhi penerimaan dari pos DJBC.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan, hingga akhir tahun lalu, produksi rokok menciut menjadi hanya 342 miliar batang dari tahun sebelumnya, yakni 348 miliar batang. Turunnya produksi rokok merupakan dampak dari lemahnya konsumsi rokok yang dipengaruhi pembatasan ruang rokok oleh Pemerintah Daerah.
Namun, ironisnya, jumlah penindakan rokok ilegal yang dilakukan oleh DJBC justru semakin meningkat dibandingkan 2015 lalu. DJBC mencatat, penindakan rokok ilegal tahun lalu hingga 2.259 kali, meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 1.474 kali.
“Dua hal positif dari sisi penurunan produksi rokok, sebagaimana roadmap pemerintah secara bertahap mengurangi konsumsi rokok, dan untuk yang ilegal akan kami tindak secara penuh sebagaimana yang dilakukan di 2015,” ujar Heru, Selasa (3/1).
Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani bilang, penerimaan bea dan cukai tahun lalu memang sedikit meleset dari target APBNP 2016 yang sebesar Rp184 triliun. Sepanjang tahun lalu, penerimaan DJBC terkumpul hingga Rp178,7 triliun atau turun 0,5 persen dibandingkan dengan pencapaian penerimaan 2015 lalu yang sebesar Rp179,6 triliun.
Sri Mulyani menerangkan, produksi rokok yang turun tersebut akan menjadi bahan evaluasi pemerintah ke depannya. Di samping itu, pemerintah akan terus gencar memberantas rokok ilegal yang yang beredar di pasaran tanpa pita cukai. Pasalnya, rokok ilegal dinilai mampu mengganggu penerimaan negara, termasuk isu kesehatan.
"Kami tetap harus menjaga yang formal dan resmi. Oleh karena itu, DJBC akan terus melakukan fungsi penegakan hukum untuk melakukan penindakan, terutama para produsen rokok ilegal," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
(bir)