Jakarta, CNN Indonesia -- PT Kimia Farma Tbk (Persero) Tbk (KAEF) tengah melakukan penjajakan untuk melakukan kerja sama dalam bentuk
joint venture bersama salah perusahaan asal India yang bergerak dalam bidang obat dan bahan baku farmasi.
Direktur Pengembangan Usaha Kimia Farma Pujianto menuturkan, rencana
joint venture ini dilakukan untuk menambah fasilitas produksi baru yang memproduksi bahan baku khusus produk yang termasuk dalam ethical.
Produk
ethical sendiri dapat diartikan sebagai obat-obatan yang memerlukan resep dokter dokter untuk membelinya. Obat dengan jenis ini juga termasuk yang biasa dimasukan ke rumah sakit atau apotek yang tersebar di seluruh Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Pujianto, ada dua perusahaan asal India yang tengah dijajaki oleh Kimia Farma. Namun, hanya satu perusahaan yang dinilai serius untuk melakukan Joint Venture tersebut. Perusahaan menargetkan kesepakatan antar kedua belah pihak dapat terjadi tahun ini.
"Target kami tahun ini harus jadi, tapi sekarang lagi pemilihan calon mitra, kemarin sudah ketemu dengan salah satu perusahaannya," ucap Pujianto.
Nantinya, Pujianto masih belum dapat memutuskan apakah dengan joint venture ini akan membentuk perseroan terbatas (PT) atau hanya unit usaha. Namun yang pasti, hasil dari
joint venture ini akan menambah fasilitas produksi baru Kimia Farma, sehingga belum tentu membangun pabrik baru.
"Belum tentu pabrik baru, bisa saja pakai yang di Banjaran atau di Cikarang yang kami punya. Jadi hanya salah satu unit produksi belum tentu PT sendiri," papar Pujianto.
Penambahan fasilitas produksi baru ini, lanjut Pujianto, belum akan menggunakan belanja modal perusahaan tahun 2017, karena kemungkinan besar penambahan tersebut baru akan dilakukan pada 2018.
"Tahun ini baru penjajakan, menghitung potensi pasar, perlu waktu, tahun ini belum bisa," imbuhnya.
Dengan bertambahnya fasilitas produksi baru, maka otomatis akan mengurangi ketergantungan perusahaan dalam melakukan impor bahan baku setiap tahunnya seperti apa yang diinstruksikan oleh pemerintah bagi setiap perusahaan farmasi. Menurut Pujianto, mayoritas bahan baku memang masih impor hingga saat ini.
"Bahan baku impor 70 persen, biasanya dari China, Amerika Serikat (AS), Jerman, India, untuk sumber bahan baku," pungkasnya.
Produk BaruSelain rencana
joint venture, perusahaan juga berencana untuk mengeluarkan 12 produk baru sepanjang tahun ini. Pujianto menyatakan, sebagian besar atau sekitar 50 persen produk baru tersebut berupa kosmetik. Sementara, sisanya obat-obatan bebas atau
over the counter (OTC) dan generic.
Sementara, hingga saat ini obat-obatan generic masih menjadi penyumbang pendapatan terbesar bagi perusahaan yakni, sekitar 40 persen. Sedangkan, obat ethical hanya berkontribusi 11 persen hingga 15 persen.
Kemudian, obat bebas menyumbang pendapatan 12 persen, dan produk kosmetik sebesar 10 persen atau menjadi produk yang memberikan pendapatan terendah untuk perusahaan.
Perusahaan pun menargetkan dapat meraup pendapatan pada tahun ini sekitar Rp7 triliun, atau naik dari pendapatan akhir tahun 2016 yang diprediksi mencapai lebih dari Rp6,2 triliun.
"Data
marketing kami menyatakan tahun lalu tumbuh sekitar 20 persen," katanya.
(gir)