Jakarta, CNN Indonesia -- Nana Eliyati (39), setiap harinya bekerja sebagai pengemudi layanan transportasi
daring Gojek. Mengendarai motor bermerek Honda yang masih dikredit, Nana membantu sang suami menghidupi tiga anaknya yang masih sekolah.
Setiap hari, Nana setidaknya memperoleh penghasilan Rp100 ribu. Memang tak besar jika dibandingkan penghasilan rekan-rekannya.
Namun, jumlah itu lumayan untuk menjaga dapur keluarganya tetap mengebul. Maklum, penghasilan suaminya sebagai "rekanan" PT PLN (Persero) dalam membantu pemasangan kabel dan tiang listrik tak seberapa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sama seperti masyarakat awam lainnya, Nana mengaku kaget mengetahui Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menyetujui kenaikan tarif penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) yang tidak tanggung-tanggung.
"Saya dengar dari teman-teman, biayanya naik sampai dua kali, tiga kali lipat ya?," tutur Nana saat CNNIndonesia.com menggunakan jasanya, Kamis (5/1).
Terakhir, kata Nana, suaminya memperpanjang STNK motor yang dikendarainya pada 23 Desember 2016 lalu. Kala itu, biaya yang dikeluarkan sekitar Rp600 ribu untuk dengan rincian Rp307,5 ribu untuk Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Rp35 ribu untuk Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Sisanya untuk biaya pengurusan surat keterangan leasing karena motornya masih berstatus cicil.
"Jadi tahun depan saya harus tambah Rp100 ribu lagi untuk penerbitan perpanjangan STNK? Berat banget. Kalau harus naik tidak apa-apa tetapi jangan dua kali, tiga kali lipat," keluhnya.
Kendati demikian, Nana mengaku hanya bisa pasrah. Mengingat kenaikan biaya itu sudah ditetapkan, mau tak mau tahun depan Nana dan keluarganya harus rela merogoh kocek lebih untuk memperpanjang STNK.
"Kalau tidak ada STNK, motornya tidak bisa dipakai juga, saya jadi tidak bisa apa-apa," kata wanita yang telah dua tahun menjadi pengemudi Gojek ini.
Masyarakat KecilPeneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengungkapkan, golongan masyarakat kelas menengah ke bawah, seperti Nana, mendapatkan dampak negatif terbesar dari kenaikan biaya tersebut.
"Di Indonesia, orang yang memiliki kendaraan bermotor tidak berarti tidak miskin. Kenapa? karena kendaraan itu kan dipakai untuk ngojek. Mereka ngojek sebagian besar karena susah mencari lapangan pekerjaan," kata Eko.
Eko menyayangkan keputusan RI 1, karena meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2016 sebagai dasar kenaikan tarif tersebut. Pasalnya, kenaikan biaya yang signifikan tersebut berlaku di saat daya beli masyarakat masih stagnan karena ekonomi tumbuh tak sesuai harapan.
"Konsekuensinya, karena mereka [masyarakat] mengeluarkan uang lebih untuk perpanjang STNK atau menerbitkan BPKB maka pendapatannya untuk konsumsi dan lain-lain akan berkurang," ujarnya.