Jakarta, CNN Indonesia --
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas, pada 30 Desember 2016 lalu.
Aturan tersebut menjadi payung hukum yang dinanti-nanti Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menggabungkan perusahaan-perusahaan pelat merah pada kelompok bisnis yang sama ke dalam satu perusahaan induk (
holding).
“Mulai berlaku sejak diundangkan. Karena tidak ada pasal khusus mengenai kapan berlakunya," kata Deputi Bidang Infrastruktur Bisnis Kementerian BUMN Hambra, dikutip dari detikFinance, Rabu (11/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, Menteri BUMN Rini Soemarno menyebutkan, bahwa pembentukan
holding BUMN perlu menunggu revisi atau perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2005.
Rini mengatakan, dengan selesai diundangkannya revisi aturan tersebut maka proses pembentukan
holding BUMN bisa segera dimulai.
Kementerian masih fokus memprioritaskan pembentukan
holding sektor minyak dan gas (migas) serta
holding sektor pertambangan.
Setelah dua
holding tersebut terbentuk, kementerian BUMN akan mengejar pembentukan
holding sektor perumahan dan sektor pembiayaan.
Sebagai informasi, untuk
holding migas, PT Pertamina (Persero) akan didapuk sebagai pimpinan
holding BUMN sektor migas dan membawahi PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk.
Sementara untuk
holding pertambangan, PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum akan menjadi pimpinan
holding, membawahi PT Timah (Persero), PT Bukit Asam (Persero), dan PT Aneka Tambang (Persero).
Kemudian, untuk
holding perumahan, Perusahaan Umum Perumnas akan bersinergi dengan PT Pengembangan Perumahan Tbk, PT Nindya Karya (Persero), dan PT Virama Karya (Persero).
Sedangkan, untuk
holding pembiayaan, PT Danareksa (Persero) yang akan menjadi pimpinan
holding.