Jakarta, CNN Indonesia -- PT Aneka Tambang (Persero) Tbk menyambut hangat kebijakan pemerintah yang merestui ekspor sementara bagi nikel dengan kadar rendah atau di bawah 1,7 persen. Kebijakan ini bisa membantu Antam dalam menghimpun dana untuk menyelesaikan proyek-proyek hilirisasi mineral yang tengah dibangun.
Sekretaris Perusahaan Antam Trenggono Sulistio mengatakan, saat ini, perusahaan tengah membangun dua proyek hilirisasi yang membutuhkan dana besar. Salah satunya, yakni pembangunan tahap kedua pabrik feronikel yang berlokasi di Halmahera Timur, Maluku Utara yang membutuhkan uang Rp3,5 triliun.
Saat ini, pembangunan pabrik tersebut baru akan memasuki tahap pertama dengan kapasitas 13.500 ton nikel dalam feronikel (TNi) atau setengah dari kapasitas total sebesar 27 ribu hingga 30 ribu TNi. Sehingga, perusahaan masih membutuhkan uang untuk memenuhi kapasitas total pabrik feronikel tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari segi pendanaan, pelaksanaan ekspor sangat membantu tambahan pendapatan dan membantu penyelesaian pabrik baru yang tengah kami inisiasi," ujar Trenggono kepada CNNIndonesia.com, Jumat (13/1).
Selain pabrik feronikel, pendapatan dari ekspor tersebut juga akan digunakan untuk merampungkan proyek peleburan bijih nikel kadar rendah (
blast furnace) di lokasi yang sama. Pabrik ini dibangun sebagai antisipasi jika pelaksanaan ekspor ini telah berakhir. Apalagi, pemerintah hanya memperbolehkan periode ekspor nikel kadar rendah selama lima tahun saja.
"Namun di dalam pabrik ini kami hanya minoritas, hanya memegang kepemilikan sebesar 25 persen. Tapi, tetap saja pendapatan ekspor akan sangat berguna untuk menyelesaikan proyek tersebut," jelasnya.
Lebih lanjut ia menuturkan, perusahaan selalu mengharapkan bisa mengekspor nikel kadar rendah, karena komoditas itu selalu menjadi residu bagi Antam. Nikel kadar rendah, lanjutnya, belum ekonomis jika diproses sendiri. Sehingga, perusahaan tidak tahu bagaimana memanfaatkan komoditas ini.
Tetapi, komoditas ini ternyata masih dicari di pasar luar negeri. Dengan demikian, ia menganggap bahwa pembukaan ekspor nikel kadar di bawah 1,7 persen ini dianggap sebagai solusi terbaik.
Kendati demikian, perusahaan pelat merah ini masih belum mendata negara tujuan ekspor nikel tersebut. Paling tidak, China dan Eropa dinilai cukup menjadi pasar yang menjanjikan.
"Sampai saat ini, kami masih belum indentifikasi lebih detil negara tujuan ekspornya, karena kan Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menter Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) baru diluncurkan kemarin. Jujur, peraturan ini merupakan kejutan (
surprise) bagi kami," pungkas Trenggono.
Sebagai informasi, ketentuan ekspor nikel dengan kadar di bawah 1,7 persen ini dimuat di dalam pasal 4 Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2017. Peraturan ini merupakan turunan dari PP Nomor 1 Tahun 2017 Atas Perubahan Keempat PP Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Selain nikel kadar rendah, pemerintah juga memperbolehkan ekspor bauksit yang telah melalui proses pencucian dengan kadar lebih besar dari 42 persen.