Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) memproyeksi rencana kebijakan fiskal dan pembatasan perdagangan yang akan diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) terpilih Donald Trump tidak akan sepenuhnya direalisasikan. Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung mengatakan dua kebijakan Trump yang menonjol, yakni kebijakan fiskal dan perdagangan yang proteksionis tidak akan sepenuhnya dirasakan negara-negara mitra AS.
“Perkiraan kami, kebijakan fiskal yang sangat agresif seperti yang dikampanyekan tampaknya secara ekonomi kurang feasible," ujar Juda, kemarin.
Prediksi tersebut, dikarenakan defisit anggaran AS tercatat sebesar 4,4 persen dan utang pemerintah sudah mencapai 106 persen dari PDB. Sehingga pemerintah AS hanya memiliki ruang manuver fiskal yang sempit.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mungkin tidak seagresif yang disampaikan pada kampanye," katanya.
Meski demikian, BI tetap mewaspadai berbagai kemungkinan yang terjadi. Pasalnya, kata Juda, akan memberikan dampak besar terhadap negara-negara yang dianggap memanipulasi nilai tukar.
Hanya saja, sebagai negara adidaya, Amerika Serikat memiliki kebijakan unilateral untuk mengontrol negara lain yang dianggap kebijakan perdagangannya tidak menguntungkan AS.
Juda mengatakan, negara-negara seperti Vietnam, Thailand, Korea, Taiwan dan Hong Kong justru berpotensi memiliki risiko lebih besar terhadap dampak kebijakan proteksionis Trump karena negara-negara tersebut masuk kategori negara yang memanipulasi nilai tukar.
"Indonesia sebenarnya tidak masuk negara yang rentan dari kebijakan perdagangan yang dianggap memanipulasi nilai tukar, seperti misal Vietnam, Thailand berisiko besar. China kalau dari kriteria negara currency manipulated, China tidak masuk kena. Tapi kebijakan unilateral bisa saja dilakukan. Ini yang kami tunggu di pidato Trump besok," pungkasnya.