Jakarta, CNN Indonesia -- Perdebatan antara manajemen Chevron Geothermal Indonesia (CGI) dan Chevron Geothermal Salak (CGS) dengan Serikat Pekerja Nasional Chevron Indonesia (SPNCI) berakhir di meja hijau.
Hal tersebut terjadi karena manajemen perusahaan energi asal Amerika Serikat (AS) tidak bersedia memenuhi seluruh anjuran yang diterbitkan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) beberapa waktu lalu.
Indra Kurniwan, Ketua Umum SPNCI menuturkan manajemen CGI dan CGS hanya menyetujui empat dari tujuh poin anjuran yang dibuat Kemenaker dari hasil pertemuan tripartit.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mencatat, anjuran yang disetujui perusahaan hanya mencakup keberlangsungan hubungan kerja antara pekerja dan perusahaan. Serta tidak mengurangi hak pekerja yang selama ini diterima, setelah proses divestasi.
Suasana perundingan tripartit antara SPNCI dengan kuasa hukum Chevron di kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Senin (19/12). (CNN Indonesia/Gentur Putro Jati) |
“Chevron tidak setuju dengan anjuran pembayaran kompensasi PHK dan melanjutkan bekerja dengan masa kerja nol,” kata Indra kepada CNNIndonesia.com, Senin (23/1).
Sementara, SPNCI menurut Indra dari awal anjuran tersebut diterbitkan sudah menyetujui seluruhnya dan berharap manajemen perusahaan bisa ikut mentaati anjuran tersebut.
Dengan adanya perbedaan tanggapan ini, Kemenaker mempersilakan pihak-pihak yang tidak puas untuk mencatatkan perselisihan ini untuk diproses di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
Indra menegaskan, SPNCI akan melajutkan proses penggugatan apa yang menjadi hak para pekerja panas bumi ke PHI. Ia mengaku separuh pekerja CGI dan CGS yang menjadi anggota serikat sudah mendukung upaya melanjutkan gugatan ini.
“SPNCI sedang melengkapi materi gugatan dan akan mendaftarkannya ke PHI Minggu depan. Biarlah majelis hakim yang memutuskan hukuman atas kezaliman perusahaan yang melakukan diskriminasi pekerja ini,” keluh Indra.
(gen)