Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian menilai Indonesia sebaiknya bergabung dengan perjanjian
Regional Comprehensive Economic Partnership (
RCEP) yang digagas Pemerintah
China dibandingkan ikut serta dalam Trans Pacific Partnership (TPP) yang sudah ditinggalkan Amerika Serikat (AS).
Deputi Koordinasi Bidang Kerja Sama Ekonomi Indonesia Kemenko Perekonomian Rizal Affandi Lukman memperkirakan, potensi akses dan nilai perdagangan dalam perjanjian RCEP jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan TPP.
"Kalau saya lihat Indonesia lebih condong ke RCEP dibandingkan TPP. Sekarang kita sedang kajian pula dengan RCEP," ujar Rizal di kantornya, Jumat (27/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rizal memperkirakan, akses perjanjian RCEP jauh lebih mudah dan menguntungkan bagi peningkatan nilai perdagangan Indonesia. Dari sisi akses, RCEP tak memiliki banyak bayang-bayang hambatan non-tarif.
Menurutnya, sepuluh negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) dan enam negara lain, yakni Selandia Baru, Australia, India, China, Korea Selatan, dan Jepang tak akan agresif menerapkan hambatan non-tarif.
"Komitmen RCEP lebih kepada pengakuan bersama untuk standarisasi, ini justru mengurangi hambatan non-tarif. Tinggal kita satu suarakan persoalan standar barang yang diperdagangkan," jelas Rizal.
Kemudian, dari sisi nilai perdagangan, Rizal meyakini, negara-negara yang tergabung dalam RCEP memiliki kekuatan ekonomi yang besar pengaruhnya ke perdagangan dan pertumbuhan ekonomi dunia. Pasalnya, negara yang tergabung dalam RCEP merupakan negara maju dan negara berkembang yang memiliki potensi produksi, distribusi, hingga konsumsi yang besar.Adapun hal ini, lanjut Rizal, sudah terbukti dari hubungan sepuluh negara ASEAN dengan masing-masing negara (ASEAN plus one) sehingga ketika 16 negara ini bergabung membentuk satu perjanjian perdagangan, nilainya diprediksi akan lebih besar bahkan bisa menandingi TPP.
Sementara itu, Rizal membaca bahwa potensi dan kekuatan perjanjian perdagangan TPP jauh lebih besar dibandingkan RCEP. Namun, semua berbalik sejak Donald Trump resmi menjadi Presiden Amerika Serikat pada 20 Januari 2017 lalu.
Sejak menguasai Gedung Putih, Trump segera mencabut komitmen Negeri Paman Sam untuk ikut serta dalam TPP dan memiliki untuk menerapkan kebijakan protektif.
"Ruh TPP itu Amerika, saat Amerika keluar, TPP kehilangan ruh. Karena perjanjian TPP baru efektif kalau kontribusi 65 persen ke perekonomian itu ada di TPP dan itu Amerika," tutup Rizal.
(gen)