Harga Gas Masih Tinggi, Asosiasi Pulp dan Kertas Gigit Jari

CNN Indonesia
Senin, 30 Jan 2017 17:50 WIB
Selain harga gas yang tinggi, APKI juga meminta pemerintah memperhatikan bahan baku lainnya seperti garam industri dan pasokan kayu.
Selain harga gas yang tinggi, APKI juga meminta pemerintah memperhatikan bahan baku lainnya seperti garam industri dan pasokan kayu. (ANTARA FOTO/FB Anggoro)
Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) meminta pemerintah untuk serius memangkas harga gas di dalam negeri untuk dapat memangkas ongkos produksi yang tinggi. Jika harga gas dibiarkan tinggi, kinerja industri tersebut bisa disalip negara lain.

Ketua Umum APKI Arian Wargadalam menilai harga gas untuk industri pulp dan kertas sangat mahal. Saat ini, harganya mencapai US$9 sampai US$10 per Million Metrik British Thermal Unit (MMBTU). Sementara di negara lain harga gas bisa ditebus di bawah itu.

"Mahalnya harga gas menjadi salah satu beban industri pulp dan kertas," kata Arian, dikutip Senin (30/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia berharap, diterbitkannya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 16 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan Harga dan Penggunaan Gas Bumi Tertentu, pemerintah bisa menurunkan harga gas untuk industri yang digelutinya. Apalagi, indutri yang lain harga gasnya sudah diturunkan oleh pemerintah.

Selain harga gas yang selangit, Arian meminta pemerintah memperhatikan pasokan garam industri. Saat ini, pasokannya sudah menipis, sementara izin impor belum keluar.

"Kita berharap izinnya bisa segera keluar supaya tidak mengganggu produksi," ujarnya.

Peraturan Pemerintah No 57 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut juga mendapat perhatian APKI. Menurutnya, aturan tersebut berpotensi mengurangi jumlah luasan Hutan Tanaman Industri (HTI) sebagai sumber bahan baku industri pulp.

Pasokan bahan baku juga terganggu dengan adanya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Berbahaya Beracun. Industri sulit mendapatkan bahan baku kertas bekas.

Menurut dia, jika hambatan-hambatan tersebut tidak diselesaikan, maka industri pulp dan kertas akan terancam dan sulit bersaing. Dampaknya pendapatan negara akan berkurang.

Sepanjang 2015 lalu, APKI mencatat seluruh perusahaan anggotanya menyumbang devisa negara mencapai US$5,3 miliar. Indonesia juga menduduki peringkat ke-6 di dunia untuk produksi kertas dan peringkat ke-10 untuk produksi pulp.

Dia menargetkan, industri pulp tahun ini bisa tumbuh 3-4 persen sehingga ekspor pun bisa meningkat. "Peluang kita masuk 5 besar bisa terealisasi," ujar Arian.

Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Panggah Susanto mengatakan, sampai September 2016 industri pulp dan kertas menyumbang devisa sebesar US$3,79 miliar atau menduduki peringkat ke-7 sebagai penyumbang devisa terbesar dari sektor non-migas.

Saat ini, jumlah industri pulp dan kertas nasional sebanyak 84 perusahaan, dengan kapasitas nasional terpasang sebesar 7,93 juta ton pulp per tahun dan 12,98 juta ton kertas per tahun.

Dalam waktu dekat, kapasitas nasional terpasang industri pulp akan meningkat menjadi 10,43 juta ton per tahun, yaitu dengan tambahan kapasitas sebesar 2,5 juta ton pulp per tahun dari PT OKI di Sumatera Selatan yang akan berproduksi secara komersial mulai Februari 2017.

Ke depan, Indonesia dianggap sebagai salah satu negara yang masih dimungkinkan untuk mengembangkan industri pulp dan kertasnya, disamping beberapa negara di Amerika Latin dan Asia Timur, karena masih adanya area untuk pengembangan bahan baku kayu dari Hutan Tanaman Industri (HTI) dan potensi bahan baku non-kayu dari limbah perkebunan/pertanian, terutama tandan kosong kelapa sawit (TKKS).

“Dengan perkebunan kelapa sawit yang saat ini telah mencapai areal sekitar 11,3 juta hektare, tentunya potensi TKKS cukup besar,” katanya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER