Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menerbitkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sementara selama enam bulan bagi PT Freeport Indonesia dinilai memiliki tiga cacat hukum.
Ahmad Redi, Pengamat Hukum Sumber Daya Alam, menuturkan ide Jonan menerbitkan IUPK sementara untuk mencegah tambang Freeport berhenti beraktivitas karena tidak diperbolehkan mengekspor konsentrat tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
Menurut staf pengajar Universitas Tarumanegara, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) tidak mengenal adanya pemberian IUPK sementara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Tidak hanya IUPK sementara, pemberian IUPK tanpa melalui proses kewilayahan pengusahaan pertambangan yaitu dimulai dari WPN, WIUPK, baru IUPK merupakan penyimpangan UU Minerba,” kata Redi, Selasa (31/1).
Cacat hukum yang kedua menurut Redi datang dari klaim Jonan yang menyebut pemberian IUPK sementara merupakan bentuk diskresi pemerintah.
Mengutip UU Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Redi menyebut pemberian diskresi dilarang apabila bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
“Diskresi juga harus dilakukan sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB). Jelas pemberian IUPK sementara kepada Freeport bertentangan dengan peraturan lain dan tidak dilakukan sesuai AAUPB khususnya prinsip transparansi, akuntabilitas, partisipatif, integritas,” tegasnya.
Cacat hukum ketiga bagi Redi, adalah pemerintah semakin menunjukkan kelemahannya di hadapan perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut.
“Hal ini menunjukkan pemerintah berupaya mengakomodir kepentingan Freeport meskipun menabrak berbagai UU. Pemerintah seolah di bawah kendali Freeport,” kata Redi.
(gen)