Jakarta, CNN Indonesia -- PT Asuransi Jiwasraya (Persero) meraup pendapatan premi sebesar Rp18 triliun hingga ahir tahun 2016. Jika dibandingkan dengan pencapaian periode yang sama tahun sebelumnya, pertumbuhan premi perusahaan asuransi jiwa pelat merah tersebut tembus 70 persen dari posisi Rp10 triliun di 2015 lalu.
Hendrisman Rahim, Direktur Utama Jiwasraya mengatakan, pertumbuhan pendapatan premi ini ditopang terutama oleh bancassurance. Bancassurance merupakan produk asuransi jiwa yang dipasarkan melalui kerja sama dengan bank mitra.
"Kita premi masih didominasi konvensional. Namun untuk profit belum diaudit belum bisa bilang tapi tampaknya lebih bagus. Tahun 2015 lalu kami punya laba Rp1,05 triliun, semoga tahun lalu bisa lebih bagus" ujar Hendrisman, Kamis (2/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Khusus tahun ini, Jiwasraya menargetkan pendapatan laba hingga Rp1,5 triliun serta premi di atas Rp20 triliun. Guna mencapai target tersebut, Jiwasraya akan mengoptimalkan penjualan polis melaui agen yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan saluran penjualan melalui bancassurance.
"Untuk klaim agak lebih kecil di tahun lalu karena kan paling besar itu klaim jatuh tempo, dan memang yang jatuh tempo di 2016 enggak banyak. Harapan kami tahun ini bisa lebih rendah dari itu," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Keuangan Jiwasraya Hari Prasetio mengungkapkan, strategi investasi perseroan tahun ini tidak akan banyak berubah jika dibandingkan dengan tahun lalu. Perusahaan asuransi dengan usia 156 tahun itu masih menyasar pasar saham sebagai tujuan investasi utama, di samping penempatan di Surat Berharga Negara (SBN) dan properti.
Jiwasraya harus memenuhi ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 1/0.5/2016 yang mewajibkan Lembaga Jasa Keuangan Non Bank untuk memiliki SBN termasuk Surat Utang Negara (SUN) atau Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) minimal 30 persen tahun ini.
"Tetap mau enggak mau
bullish nya tetap di saham. Dari komposisi Jiwasraya sendiri, itu kan 30 persen harus penuhi ketentuan POJK 1, sebanyak 20 persen kita tempatkan di properti, jadi 50 persen lagi kalau mau diam-diam saja di deposito atau di bonds nanti negatif spread dong, jadi mau gak mau harus tetap di equity. Di reksadananya pun harus reksadana saham equity," ujarnya.
(gir)