Pemerintah Beri Insentif Bagi Pembangkit Listrik yang Dikebut

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Jumat, 03 Feb 2017 04:15 WIB
Selain memberikan insentif percepatan pembangkit, PLN juga diwajibkan untuk menyerap dan membeli tenaga listrik sesuai perjanjian jual beli listrik.
Selain memberikan insentif percepatan pembangkit, PLN juga diwajibkan untuk menyerap dan membeli tenaga listrik sesuai perjanjian jual beli listrik. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah berjanji akan memberikan insentif kepada pengembang listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) jika menjalankan operasi lebih cepat dari jadwal beroperasi yang ditetapkan (Commercial operating Date/COD). Asal, percepatan operasional pembangkit itu diminta oleh PT PLN (Persero).

Ketentuan itu tercantum di dalam Pasal 9 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pokok-Pokok Dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik yang diundangkan tanggal 23 Januari 2017 silam.

Selain memberikan insentif percepatan pembangkit, PLN juga diwajibkan untuk menyerap dan membeli tenaga listrik sesuai perjanjian jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman menjelaskan, insentif yang bakal diterima IPP berupa pembelian tarif listrik dengan harga premium. Namun, insentif ini hanya berlaku antara tanggal operasional yang diinginkan PLN hingga tanggal operasional yang dijadwalkan IPP.

Selain itu, insentif ini nantinya ditentukan secara business-to-business antara PLN dan IPP. "Jadi insentif tentu dalam bentuk finansial yang diberikan dalam bentuk Rupiah per Kilowatt-Hour (KWh). Setelah itu tarif diatur sesuai kontrak saja," kata Jarman di Kementerian ESDM, Kamis (2/2).

Sayangnya, insentif ini tak berlaku jika percepatan realisasi pembangkit dilakukan atas inisiatif IPP. Selain itu, IPP tentu akan dikenakan penalti jika operasional pembangkit terlambat dari jadwal.

Rencananya, denda yang dikenakan sebesar biaya yang dikeluarkan PLN untuk membangun pembangkit lain demi mengompensasi keterlambatan operasional pembangkit yang dibangun pengembang.

Tetapi, denda itu hanya berlaku jika keterlambatan disebabkan karena kelalaian pengembang. Jika keterlambatan operasional pembangkit disebabkan karena keinginan PLN, maka perusahaan setrum pelat merah itu tak perlu membayar kompensasi ke pengembang.

"Ketentuannya sesuai PPA saja. Namun kami berharap, ada sesuatu yang diberikan PLN ke IPP jika keterlambatan terjadi karena keinginan PLN," tambahnya.

Di samping itu, pengembang juga bisa dikenakan denda (delivery or pay) jika tidak bisa menyalurkan listrik sesuai klausul PPA. Asal, hal tersebut murni karena kelalaian pengembang. Sebaliknya, PLN juga akan dikenakan denda (take or pay) jika tidak bisa menyerap listrik yang dihasilkan IPP.

"Tentu saja besaran penaltiya ditetapkan secara proporsional sesuai dengan komponen investasi," pungkas Jarman. (gir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER