Pemerintah Tunda Buka Keran Impor Gas Tahun Ini

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Selasa, 07 Feb 2017 11:59 WIB
Izin impor gas akan diberikan jika infrastruktur terminal gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) sudah selesai terbangun dalam dua-tiga tahun ke depan.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar menyebut impor gas untuk industri baru bisa dilakukan dua sampai tiga tahun lagi. (CNN Indonesia/Elisa Valenta Sari)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan rencana impor gas bagi industri tidak akan dilakukan pada tahun ini. Wacana tersebut akan diimplementasikan jika infrastruktur terminal gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) sudah selesai terbangun.

Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan, setidaknya dibutuhkan waktu dua hingga tiga tahun agar Floating Storage Regasification Unit (FSRU) bisa terbangun terlebih dulu. Selain itu, pemerintah juga perlu memastikan industri di wilayah mana saja yang benar-benar membutuhkan impor gas tersebut.

Pemerintah Tunda Buka Keran Impor Gas Tahun IniIndonesia saat ini hanya memiliki dua FSRU besar di Lampung dan Muara Karang. (Dok. Kementerian BUMN)


ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bagaimana caranya Indonesia impor LNG tanpa infrastruktur. Memang, kami berusaha agar bisa mendapatkan harga gas yang kompetitif. Kami mengutamakan gas yang berada di dalam negeri. Kalau di dalam negeri tidak memenuhi, kami buka term impor. Tapi impor pun butuh waktu," terang Arcandra, Selasa (7/2).

Lebih lanjut ia menyebut, saat ini fasilitas regasifikasi masih belum memadai untuk menampung LNG impor dan masih penuh untuk mengakomodasi LNG dalam impor. Saat ini, FSRU besar yang dimiliki di Indonesia baru FSRU Lampung dan FSRU Muara Karang.

Untuk itu, pemerintah masih menghitung untung rugi pembukaan LNG impor dan dampaknya terhadap industri. Meski, bukan berarti opsi impor LNG hilang dari rencana pemerintah.

"Kami pun sedang membahas, jika impor dibuka, kira-kira industri apa saja yang diperbolehkan," katanya.

Sebelum membuka impor LNG, pemerintah terlebih dulu mengkaji penurunan gas bagi empat industri yang belum mendapatkan penurunan gas sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016, yaitu industri keramik, kaca, sarung tangan karet, dan oleochemical.

Saat ini, pemerintah tengah mengkaji efek berganda (multiplier effect) dari penurunan gas terhadap output produksi sektor-sektor tersebut. Di samping itu, pemerintah juga melihat dampaknya ke industri-industri turunan keempat sektor yang dimaksud. Jika dampaknya besar, maka penurunan gas bagi empat sektor yang dimaksud akan dilaksanakan segera mungkin.

Pemerintah Tunda Buka Keran Impor Gas Tahun IniWamen ESDM Arcandra Tahar bilang pemerintah tengah mengkaji efek berganda dari penurunan gas terhadap output produksi sektor-sektor tersebut. (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)


"Kami melihat dampak jika harga gas turun US$1 MMBTU, berapa besar rupiah yang bisa dihasilkan. Ini namanya menghitung multiplier effect-nya," katanya.

Sementara itu, Senior Vice President Gas and Power PT Pertamina (Persero) Djohardi Angga Kusumah mengatakan, impor gas tak bisa terelakkan karena kebutuhan bagi industri dan pembangkit listrik juga semakin besar. Ia meramal, pertumbuhan konsumsi gas mencapai 4 hingga 5 persen per tahun dan akan mengalami defisit di tahun 2019.

"Mungkin defisit bisa mencapai 500 MMSCFD di tahun 2019 sehingga perlu dilakukan impor. Impor pun bukan keinginan, tapi karena kebutuhan yang semakin meningkat," jelasnya.

Menurut data Kementerian ESDM, defisit LNG tercatat sebesar 27 kargo di tahun 2019. Angka ini akan bertambah menjadi 90 kargo di tahun 2024 dan 101 kargo di tahun 2025 akibat belum masuknya gas dari blok Masela. Untuk mempersiapkan defisit tersebut, dibutuhkan investasi infrastruktur senilai US$48,2 miliar. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER