Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) optimistis bisa mempercepat perubahan status izin pertambangan berjenis Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi, jika perusahaan tambang tersebut memang ingin melakukan ekspor.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan, perubahan jenis izin dari KK ke IUPK bisa berjalan dengan lancar jika perusahaan yang bersangkutan bisa kooperatif dan persyaratan berupa enam syarat amandemen kontrak bisa dipenuhi.
Enam syarat tersebut terdiri dari penciutan luas lahan, divestasi, kewajiban pemurnian dalam negeri, penggunaan Tingkat Kandungan Dalam negeri (TKDN), perubahan status kontrak, dan peningkatan royalti kepada negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"(Perubahan status) bisa cepat kalau persyaratannya dipenuhi. Kan di situ ada beberapa penyesuaian ketika mengubah KK menjadi IUPK," ujar Arcandra di Kementerian ESDM, Jumat (6/1).
Kendati demikian, pemerintah kini tengah memperhitungkan periode yang optimal agar perubahan status KK menjadi IUPK bisa berjalan dengan cepat. Terkait hal ini, Kementerian ESDM rencananya akan melakukan rapat lagi dengan Kementerian Koordinator bidang Perekonomian dalam waktu dekat.
"Peraturan ini kan sifatnya
hour by hour ya, jadi belum pasti. Kami masih membahas hal tersebut. Benar-benar membahas," ujarnya.
Tetapi, amandemen status ini rencananya harus dilakukan paling cepat lima tahun dan paling lambat satu tahun sebelum kontrak berakhir. Angka ini terbilang lebih lama dibandingkan ketentuan sebelumnya, yaitu dua tahun sebelum kontrak berakhir.
Sayangnya, Arcandra tidak menyebut secara spesifik alasan perubahan tersebut. "Ada pertimbangan di mana lima tahun lebih
workable," jelasnya.
Sebagai informasi, poin terkait IUPK dan perubahan periode renegosiasi kontrak merupakan dua dari delapan rekomendasi Kementerian ESDM di dalam perubahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010. Usulan itu tertuang di dalam surat Kementerian ESDM kepada Kementerian Koordinator bidang Perekonomian tanggal 28 Desember 2016 lalu.
Kendati demikian, usulan ini belum tentu merupakan isi revisi beleid tersebut. Nantinya, rekomendasi ini masih akan dirapatkan dengan Kemenko Perekonomian.
(gen)