Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan tetap tak mau mengikuti keinginan PT Freeport Indonesia untuk memberlakukan pajak yang bersifat mengikuti kontrak sebelumnya (
nail down) dalam proses perubahan statusnya dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan, Freeport harus tetap patuh dengan ketentuan pajak
prevailing, di mana ketentuan fiskal harus sesuai dengan peraturan saat ini. Menurutnya, negosiasi bisa berjalan, asal tetap berdasar pada Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba).
"Ada beberapa yang masih jadi pembahasan, khususnya perpajakan yang ingin menjadi
nail down. Apa yang mereka dapatkan di KK ingin disamakan. Saya sampai men-
challenge Freeport, kalau di Amerika Serikat itu pajaknya tidak
nail down, tapi berubah-ubah setiap tahun," terang Arcandra, Selasa (7/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut ia mengatakan, bisa saja Freeport tetap menjalankan pajak bersifat
nail down, sehingga status izinnya tetap berbentuk KK. Dengan demikian, sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2017, maka Freeport tidak diperbolehkan untuk ekspor.
"Boleh, kita hormati KK mereka. Asal jangan minta ekspor," tuturnya.
Namun di sisi lain, pemerintah menyadari jika kegiatan operasional perusahaan akan terhenti jika tidak ada ekspor. Untuk itu, ia mengatakan jika pemberian IUPK sementara adalah jalan tengah yang dianggap paling baik.
"Karena tidak mungkin mereka mendapatkan 100 persen semuanya dalam negosiasi. Itu namanya pemaksaan atau ancaman. Makanya, IUPK sementara ini kami lihat, apakah mungkin ini jalan tengahnya?" jelas Arcandra.
Sebagai informasi, perubahan status dari KK menjadi IUPK merupakan salah satu syarat bagi perusahaan tambang agar bisa melakukan ekspor konsentrat. Ketentuan ini diatur di dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 6 Tahun 2017, yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017.
Namun, induk usaha Freeport Indonesia, Freeport-McMoran Inc mengatakan akan mengurangi tenaga kerja, menahan investasi pertambangan bawah tanah, mengurangi produksi menjadi 40 persen dari kapasitas total agar sesuai dengan kapasitas yang dimiliki PT Smelting jika pemerintah tidak memberikan izin ekspor konsentrat lagi. Bahkan, Freeport pun menjadi ragu-ragu untuk melanjutkan pembangunan smelter jika pemerintah tak segera mengeluarkan izin tersebut.
Freeport sendiri telah menyampaikan kesediaannya untuk mengubah status usaha menjadi IUPK. Namun, perusahaan masih membutuhkan kepastian hukum dan fiskal yang bersifat sama sebelum statusnya berubah menjadi IUPK.
"Kami bersedia konversi menjadi IUPK, bila disertai dengan perjanjian stabilitas investasi bagi jaminan kepastian hukum dan fiskal," ujar Juru Bicara Freeport Riza Pratama bulan lalu.
(gen)