Jakarta, CNN Indonesia -- Agen properti PROJEK menilai pemerintah tak bisa menafsirkan pengenaan tarif pajak progresif terhadap tanah menganggur, sebagai bentuk pengampunan terhadap pemilik tanah untuk lolos dari jeratan pencabutan hak kepemilikan asetnya.
Ronny Wuisan, Chief Operating Officer (COO) PROJEK mengatakan, seharusnya pemerintah tak bisa mencabut hak kepemilikan tanah jika selama ini pemiliknya rajin membayar pajak.
"Pemerintah agaknya lupa kalau semua bayar pajak. Kalau tidak ingin digunakan tapi bayar pajak lalu dicabut, itu salah. Karena pemiliknya bayar pajak, ada suratnya, ada sertifikatnya," ujar Ronny, Rabu (8/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya setiap pemilik tanah yang memiliki sertifikat tentu menunaikan kewajibannya untuk membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Belum lagi ketika diperjualbelikan, pemilik tanah bisa dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Apabila pemerintah memang memiliki payung hukum yang jelas terkait kewenangan untuk mencabut izin kepemilikan tanah, ia meminta dilakukan sosialisasi yang jelas kepada masyarakat luas.
Sehingga ketika masyarakat atau pemilik tanah belum membangun tanah yang dimilikinya atau tak menjadikan tanahnya lebih produktif dalam jangka waktu tertentu, pemerintah tak asal menarik izin kepemilikan atau mengenakan tarif pajak progresif.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebutkan pengenaan tarif pajak progresif terhadap tanah menganggur adalah bentuk keringan pemerintah dari kewenangan untuk mencabut izin kepemilikan tanah dari seorang pemilik.
 Menko Perekonomian Darmin Nasution menyebut pemerintah bisa saja mengambil alih lahan yang menganggur melalui mekanisme Undang-Undang. (CNN Indonesia/Christie Stefanie) |
Adapun aturan tersebut tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Dalam Pasal 17 dan 18 disebutkan bahwa negara menentukan batas luas maksimum dan atau minimum dengan jangka waktu tertentu untuk tanah yang dimiliki suatu keluarga atau badan.
Bila tak digunakan sesuai dengan aturan tersebut, pemerintah memiliki hak untuk mencabut izin kepemilikan tanah dengan membayar ganti rugi. Hanya saja, selama ini aturan ini diakui Darmin tak tegas dilaksanakan pemerintah.
Oleh karenanya, pemerintah memilih untuk memberi opsi lain kepada pemilik tanah agar izinnya tak dicabut dengan mengenakan tarif pajak progresif terhadap tanah menganggur.
"Kalau dibilang
idle, risikonya itu izinnya dicabut. Tapi kalau membayar pajak mahal, pasti pemilik tanah berpikir dulu untuk berapa tahun ke depan apa mereka kuat bayar atau tidak," kata Darmin.
Langkah TerakhirSenada dengan Darmin, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) Hestu Yoga Saksama mengatakan, pengenaan pajak progresif justru dilakukan pemerintah karena tak ingin menggunakan wewenang yang dimiliki untuk mencabut izin kepemilikan.
"Pemerintah maunya itu jadi langkah terakhir (izin mencabut). Makanya kami mau kenakan pajak saja," ucap Yoga.
Seperti diketahui, beberapa pekan terakhir, pemerintah melayangkan wacana akan menarik pajak progresif terhadap tanah menganggur yang diharapkan dapat menekan aksi spekulasi tanah yang membuat harga tanah kian tak bersahabat.