Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Federasi Serikat Pekerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Bersatu Arief Poyuono, menilai proyek Light Rail Transit Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi (LRT Jabodebek) memiliki banyak cacat sejak awal proyek tersebut digarap oleh PT Adhi Karya Tbk tahun lalu.
Arief mencatat, sejak Adhi Karya ditunjuk pemerintah sebagai kontraktor proyek tersebut pada Juli 2015 silam, pihak pemerintah maupun manajemen Adhi Karya sama sekali belum memiliki perjanjian tertulis bahwa pemerintah akan mengganti keseluruhan dana yang dibutuhkan untuk membangun proyek tersebut.
Dengan demikian, proyek ini dilakukan hanya berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 65 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2015 Tentang Percepatan Penyelenggaraan (LRT) Terintegrasi di Wilayah Jakarta Bogor Depok Bekasi (Jabodebek).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin buru-buru biar terealisasi proyek infrastrukturnya. Maka dia menyuruh Adhi Karya untuk bangun LRT ini," ujar Arief, dikutip Senin (13/2).
Dengan tidak adanya kontrak tertulis antara pemerintah dan Adhi Karya, sambung Arief, maka dana pembangunan LRT otomatis belum sepenuhnya masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sementara, dengan terbatasnya dana APBN maka pemerintah sontak meminta Adhi Karya ikut menjadi investor dalam proyek LRT.
“Tidak bisa seperti ini, apalagi untuk proyek transportasi publik itu di mana-mana yang punya pemerintah. Mana bisa perusahaan kuat menjadi operator di transportasi publik, dia kan harus kasih tarif murah, terus untungnya dari mana?" tegas Arief.
Menurut Arief, kesepakatan tertulis seharusnya dilakukan sejak awal pembangunan LRT antara Adhi Karya dengan pemerintah melalui kementerian wakil pemerintah. Misalnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) atau Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
“Tapi yang saya sayangkan kenapa PUPR waktu itu diam saja, padahal kan Adhi Karya kementerian teknisnya itu PUPR,” kata Arief.
Kondisi ini membuat Arief memastikan proyek ini akan mangkrak dan tidak dapat mencapai ekspektasi pemerintah yang ditargetkan dapat selesai pada 2019 mendatang. Tak heran memang, karena kemajuan dari proyek ini bahkan belum mencapai 20 persen.
Tetap OptimisPada Jumat lalu (10/2), akhirnya ada sebuah kesepakatan antara pemerintah melalui Kemenhub untuk lebih memperkuat atau mempertegas penugasan Adhi Karya dalam proyek LRT.
Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub Prasetyo Boeditjahjono menyatakan, kesepakatan ini hanya awal saja sehingga dalam waktu dekat akan ada kontrak lainnya untuk lebih menjabarkan secara detil Perpres Nomor 65.
Namun dalam kesepakatan tersebut belum dimasukkan poin terkait mekanisme dan tata cara pembayaran pelaksanaan pembangunan.
"Memang pasal 6 tadi di detailkan perjanjian disepakati dua pihak pembiayaan dimungkinan dari APBN, sinergi BUMN atau pendanaan. Kemudian, diberikan kesempatan 30 hari menyelesaikan sumber pendanaan dan cara pembayarannya," kata Prasetyo.
Direktur Keuangan Adhi Karya Harris Gunawan mengaku, pekerjaan pembangunan LRT tetap berjalan lancar hingga saat ini. Sehingga, target masih tetap pada 2019 dan tidak direvisi. Menurutnya, perusahaan masih mengkaji total dana investasi yang bisa ditanamkan dalam proyek LRT. Tapi, bisa dipastikan Adhi Karya akan menjadi pihak minoritas.
"Nanti sih kami maunya PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang menjadi mayoritas, kami minoritas," imbuh Harris.
Untuk tarifnya sendiri, Harris berharap pemerintah akan ikut membantu dalam hal memberikan subsidi. Misalnya saja, jika pihak investor menghitung tarif yang pantas untuk penumpang sebesar Rp50 ribu, sedangkan kajian pemerintah tarif untuk penumpang sebesar Rp10 ribu-Rp15 ribu, maka selisihnya akan dibayar oleh pemerintah sehingga investor atau operator tidak rugi.
Adhi Karya sendiri telah memikirkan tiga opsi untuk mendapatkan pendanaan untuk proyek tersebut. Tiga cara tersebut diantaranya, dengan mengajukan Penyertaan Modal Negara (PMN), menggunakan hasil penerbitan obligasi, dan pinjaman bank dalam negeri.
Sebelumnya, Menteri BUMN Rini Soemarno menyebut beberapa perusahaan BUMN akan ikut membantu pendanaan proyek LRT dengan mengeluarkan instrumen investasi yang nantinya akan dijamin oleh pemerintah agar lebih menarik investor. Hanya saja, ia tak memaparkan dengan detil perusahaan BUMN mana saja yang akan membantu Adhi Karya.
Nantinya, instrumen investasi yang dikeluarkan oleh setiap perusahaan BUMN akan dijamin oleh pemerintah untuk lebih menarik investor. Sehingga, target pengerjaan pada 2019 mendatang bisa tetap terealisasi.
"Yang pasti kami akan selesaikan tepat waktu," tegas Rini.