Jakarta, CNN Indonesia -- PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN) bakal menggelontorkan belanja modal (
capital expenditure/capex) sebesar US$50 juta atau sekitar Rp650 miliar sepanjang tahun ini. Jumlah tersebut naik 30 persen dari belanja modal yang disiapkan tahun lalu sebesar Rp500 miliar.
Direktur Keuangan Malindo Feedmill Rudi Hartono Husin menjelaskan, belanja modal tersebut akan digunakan untuk membangun pabrik dan peternakan. Menurutnya, perusahaan tengah mengincar pembangunan pabrik baru di Jawa dan Sumatera.
"Dananya sekitar Rp250 miliar-Rp300 miliar," ucap Rudi, Selasa (14/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nantinya, sekitar 70 persen hingga 80 persen belanja modal akan berasal dari pinjaman bank. Sementara, sisanya dari kas internal perusahaan. Hanya saja, Rudi belum dapat memastikan secara pasti komposisi tersebut, disebabkan kondisi keuangan yang dinilainya telah membaik.
Bila dilihat pada laporan keuangan September 2016 lalu, perusahaan berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp233,24 miliar jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mengalami rugi bersih hingga Rp70,81 miliar.
"Jadi lihat dulu lah, karena kondisi keuangan juga sangat bagus ya, jadi mungkn bisa lebih kurang juga pinjaman dari perbankan nantinya," jelas dia.
Sementara itu, Rudi mengaku optimis kinerja tahunan 2016 tidak akan jauh berbeda dengan posisi pada kuartal III 2016 lalu. Artinya, perusahaan tetap akan membukukan laba bersih hingga akhir tahun lalu.
Namun, Rudi enggan untuk menyebut secara detil terkait kinerja keuangannya. Untuk targetnya sendiri, perusahaan kerap kali menargetkan adanya pertumbuhan pendapatan sekitar 15 persen tiap tahunnya. Hal ini juga berlaku untuk tahun ini.
"Berharap 10 persen-15 persen, tapi kalau untuk laba bersih kami harapkan bisa mengikuti," katanya.
Adapun, perusahaan menganggap produk makanan olahannya bernama Sunny Gold masih memberikan konstribusi yang kecil terhadap perusahaan. Sementara, kontribusi dari pakan ternak dan Day Old Chick (DOC) diprediksi tetap tumbuh tahun ini.
"Sunny Gold masih kecil, tidak sampai 5 persen, karena kan yang lain juga tumbuh seperti pakan ternak dan DOC," imbuhnya.
Namun, perusahaan menganggap persaingan makanan cepat saji dinilai cukup baik karena luasnya pangsa pasar di Indonesia. Budaya masyarakat yang lebih menyukai makanan cepat saji turut menguntungkan bagi perusahaan.