Jakarta, CNN Indonesia -- Berbicara makanan, saat ini Indonesia tengah dibanjiri produk makanan olahan impor. Wajar saja, Indonesia merupakan pasar potensial sebagai negara berpenduduk terbesar ke-empat dunia.
Di sisi lain, potensi pasar yang besar tersebut seharusnya bisa dimanfaatkan pengusaha pangan dalam negeri. Celah itulah yang kini disasar President University lewat pembukaan Program Studi Food Technology atau Teknologi Pangan.
“Tujuannya adalah mewujudkan industri pangan nasional yang berdaya saing tinggi, dan mampu membendung produk impor, bahkan bisa merajai pasar internasional,” ujar Gan Tae Kong, Ketua Program Studi Food Technology President University.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gan, yang merupakan lulusan S2 Teknik Industri di Jerman, ditunjuk langsung oleh Rektor President University, Dr. Jony Oktavian Haryanto.
Di program studi tersebut, President University menekankan teknologi pangan berbasis industri, yang bersifat terapan, agar bisa langsung berkolaborasi dengan Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI). Program studi yang mulai dibuka di tahun ajaran 2017/2018 ini juga terintegrasi dengan Teknik Industri.
“Bahkan bisa kerja sama dengan asosiasi industri pangan terbesar di kawasan Asia Pasifik bahkan Eropa dan Amerika Serikat, lewat program magang,” terang Gan.
Selain itu, lokasi President University yang terletak di Kawasan Industri Jababeka, Cikarang, kawasan industri terbesar di Asia Tenggara, memberi keuntungan tersendiri.
Kawasan yang menampung 1700 perusahaan multinasional itu, 30 persen diantaranya adalah perusahaan industri makanan dan minuman, yang semakin memudahkan mahasiswa melakukan kuliah lapangan dan kerja praktek. Tujuannya agar lulusan Prodi Food Technology bisa memperbaiki kualitas industri pangan nasional.
“Selama ini para pelaku industri pangan sudah melakukan inovasi dengan menciptakan produk-produk baru, namun mereka tidak konsisten dalam segi kualitasnya. Itu yang sering dikeluhkan oleh pelanggan baik di dalam maupun luar negeri,” terang Gan.
Dia juga berharap nantinya Indonesia tidak hanya mengekspor komoditas, tetapi juga hasil olahan produk pangan. Ujungnya adalah akan memperkuat industri pangan sehingga membuka banyak lapangan kerja dan menaikkan reputasi Indonesia di mata internasional.
“Hal yang akan kami kuatkan adalah faktor Good Manufacturing Proses [GMP] dan Hazard Analysis & Critical Control Point [HACCP] sehingga akan menghasilkan produk pangan yang sustainable dalam hal kualitas,” tegasnya.