Jakarta, CNN Indonesia -- PT Bursa Efek Indonesia (BEI) terpaksa memundurkan jadwal pertemuannya dengan PT Freeport Indonesia (PTFI) terkait rencana melakukan penawaran umum saham perdana atau
Initial Public Offering (IPO). Pasalnya Freeport kini tidak memiliki pucuk pimpinan pasca mundurnya Chappy Hakim dari posisi Presiden Direktur perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) pekan lalu.
"Tadinya mau visit, sudah ngomong sama Pak Chappy, tapi tiba-tiba dia mau istirahat jadi nggak tahu deh yang baru siapa," ungkap Direktur Utama BEI Tito Sulistio, Rabu (22/2).
Tito pun masih belum melakukan penjadwalan ulang untuk melakukan pertemuan tersebut hingga saat ini. Sementara, ia menilai Freeport perlu IPO untuk dapat memecahkan permasalahan divestasi saham sebesar 51 persen ke pihak Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bila mengacu pada Pasal 97 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 perubahan keempat PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, proses divestasi dimulai setelah lima tahun pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) melakukan kegiatan produksi.
Tito menjelaskan, dengan menjadi perusahaan publik di Indonesia, maka keuangan perusahaan tambang tembaga tersebut dapat lebih transparan. Dengan sisa kewajiban divestasi saham Freeport tersebut Tito menilai dapat diberikan kepada masyarakat melalui IPO.
"Nah rakyat Indonesia itu siapa? Bisa lewat dana pensiun (Dapen) itu ada PT Taspen (Persero), lalu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), lalu PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Persero) atau Asabri," kata Tito.
Lebih lanjut ia menjelaskan, lembaga jaminan sosial seperti BPJS dan Dapen perlu meningkatkan investasinya di pasar modal untuk menumbuhkan imbal hasil (
yield). Pasalnya, kebanyakan Dapen atau BPJS masih lebih banyak yang menempatkan dananya dalam deposito.
Saat ini, porsi investasi lembaga tersebut di pasar modal baru berkisar 14 persen. Sementara, Tito menargetkan porsi investasi mereka di pasar modal dapat bertambah 20 persen hingga 30 persen.
“Hitungan kami kalau naik hingga 30 persen itu, peluang dua tahun mereka bisa Rp80 triliun loh," jelas Tito.
(gen)