Jakarta, CNN Indonesia -- Kepemilikan PT Pertamina (Persero) dalam proyek Kilang Bontang diperkirakan berkisar 5 persen - 25 persen. Nantinya, sebagian besar kepemilikan akan dikantongi oleh mitra perusahaan.
Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Pertamina Rachmad Hardadi bilang, sebetulnya, perusahaan ingin kepemilikannya mayoritas di kilang Bontang. Hanya saja, keuangan Pertamina saat ini hanya mampu membiayai sebagian kecil proyek bernilai US$13 miliar hingga US$15 miliar tersebut.
"Pertamina, saat ini, banyak melakukan proyek dan itu pelaksanaannya pada saat bersamaan. Intinya, bagi-bagi duitnya saja," ujarnya, Jumat (24/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut ia menuturkan, Pertamina bisa saja menjadi mayoritas asalkan proyek ini digarap secara konsorsium yang beranggotakan banyak perusahaan. Selain itu, meski saat ini minoritas, bukan tak mungkin Pertamina menjadi mayoritas, setelah adanya klausul right to buy di dalam seleksi mitra kilang Bontang.
"Tentu, harus ada dalam klausul ini yang detailnya akan kami bicarakan. Jadi, semacam membeli lebih awal, istilahnya right to buy. Mungkin setelah 10 tahun atau 20 tahun. Ini nantinya dalam suatu diskusi dengan partner," terang dia.
Melengkapi ucapan Rachmad, Senior Vice President Business Development Refining Directorat Pertamina Iriawan Yulianto mengatakan, pemilihan mitra kilang Bontang berbeda dibandingkan seleksi sebelumnya di kilang Tuban. Seharusnya, tidak ada masalah apabila kepemilikannya pada awal beroperasi terbilang minoritas.
Ia menjelaskan, pemerintah hanya akan mencari penanam modal saja di dalam seleksi kilang Bontang. Sehingga, mitra yang masuk tak hanya perusahaan minyak saja, namun juga perusahaan yang bergerak di sektor lain. Bahkan, terdapat kemungkinan Pertamina dan perusahaan lainnya membentuk konsorsium di dalam kilang Bontag.
"Nanti, mungkin ada anggota konsorsium yang bertugas memasok crude oil, memberikan pendanaan. Ada juga yang bertugas di bagian niaga. Jadi, ini kesempatannya terbuka lebar," imbuh Iriawan.
Sementara itu, mitra yang dipilih Pertamina di kilang Tuban merupakan mitra strategis (strategic partner) dengan persyaratan yang lebih ketat. Pertamina harus menjadi pemimpin joint venture (usaha patungan) dalam proyek tersebut.
Sebagai informasi, kepemilikan Pertamina di kilang Tuban tercatat 55 persen, sementara sisanya diapit oleh perusahaan minyak asal Rusia, OJSC Rosneft. "Karena jenis mitranya beda, maka perlakuannya juga beda. Kalau di Bontang, utamanya kami cari investor. Sementara di Tuban, kami mencari strategic partner," tuturnya.
Sebagai informasi, Pertamina bisa membangun kilang Bontang setelah mendapatkan penugasan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui keputusan Menteri ESDM Nomor 7935 K/10/MEM/2016 terbit pada akhir tahun lalu. Proyek ini diperkirakan rampung pada 2023 mendatang.
Rencananya, kapasitas kilang Bontang mencapai 300 ribu barel per hari. Adapun, jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) yang diproduksi, yaitu bensin sebanyak 60 ribu barel per hari, dan solar paling sedikit 124 ribu barel per hari dengan standar Euro IV.
Proyek ini diestimasi menelan dana US$12 miliar hingga US$15 miliar dan merupakan satu dari dua kilang baru yang akan dibangun perusahaan migas pelat merah tersebut dalam jangka 10 tahun mendatang.
(bir)