Jakarta, CNN Indonesia -- Perseteruan antara Serikat Pekerja Nasional Chevron Indonesia (SPNCI) melawan Chevron Geothermal Indonesia (CGI) dan Chevron Geothermal Salak (CGS) berlanjut ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Duel di meja hijau jadi langkah final untuk menyelesaikan tuntutan hak para pekerja, terkait divestasi aset panas bumi Gunung Salak dan Darajat kepada konsorsium Star Energy.
Ketua Umum SPNCI Indra Kurniawan mengaku Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menerbitkan surat panggilan (
relaas) sidang perdana atas gugatan perselisihan hak yang didaftarkan 28 Februari 2017 lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Sidang pertama akan dilakukan 14 Maret 2017,” kata Indra kepada CNNIndonesia.com, Kamis (2/3).
Menurut Indra, SPNCI telah menyiapkan tim kuasa hukum yang akan memperjuangkan keadilan atas kesewenang-wenangan perusahaan energi Amerika Serikat (AS) dalam aksi korporasi yang telah dilakukan.
“SPNCI berharap di pengadilan nanti keadilan didapatkan untuk kemaslahatan pekerja,” tegasnya.
Indra menuturkan SPNCI dan Chevron memiliki pandangan yang berbeda atas pemenuhan permintaan hak pekerja wilayah kerja panas bumi (WKP) Gunung Salak di Sukabumi dan WKP Darajat di Garut, yang telah dilego Chevron kepada konsorsium Star Energy pada Desember 2016 silam. SPNCI meminta Chevron untuk membayarkan pesangon dan hak pekerja lainnya sebelum aset tersebut beralih kepemilikan.
 Wilayah kerja panas bumi Gunung Salak. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja) |
Sengketa tersebut kemudian di mediasi oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) yang kemudian menerbitkan tujuh anjuran untuk keduabelah pihak pada 28 Desember 2016. Tujuh anjuran tersebut adalah:
1. Manajemen CGS dan CGI tetap meneruskan hubungan kerja kepada seluruh pekerja apabila terjadi divestasi.
2. Seluruh pekerja tetap terus bekerja pada CGS dan CGI apabila terjadi divestasi.
3. CGS dan CGI tidak mengurangi hak pekerja yang selama ini diberikan sampai berakhirnya PKB pada Juni 2018.
4. Seluruh pekerja harus menerima hak yang selama ini diberikan CGS dan CGI sampai berakhirnya PKB.
5. CGS dan CGI diminta membayar kompensasi pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada seluruh pekerja dengan mengacu pada tabel besar PKB 2016‐2018 dengan masa kerja kembali dari awal yaitu 0 tahun, sebelum proses divestasi
berlangsung.
6. Seluruh pekerja menerima pembayaran kompensasi PHK dari CGS dan CGI mengacu pada tabel besar PKB 2016‐2018.
7. Kedua pihak wajib memberikan jawaban atas anjuran tersebut paling lambat 10 hari setelah menerima surat anjuran itu.
“Namun anjuran itu menemui jalan buntu, tanpa ada kesepakatan dari kedua pihak,” kata Indra.
Ia melanjutkan, pada 18 Januari 2017 Direktorat Jendral Hubungan Industrial Kemenaker mengeluarkan risalah anjuran berisikan tanggapan SPNCI yang setuju dengan seluruh anjuran yang dikeluarkan. Sementara manajemen CGS dan CGI hanya menyetujui empat dari tujuh anjuran pemerintah.
Menurut Indra, anjuran yang disetujui perusahaan hanyalah soal keberlangsungan hubungan kerja antara pekerja dan perusahaan. Serta kesanggupan perusahaan untuk tidak mengurangi hak pekerja yang selama ini diterima, setelah proses divestasi.
“Chevron tidak setuju dengan anjuran pembayaran kompensasi pemutusan hubungan kerja (PHK) dan melanjutkan bekerja dengan masa kerja nol (0). Karena itu, perselisihan diproses lewat Pengadilan Hubungan Industrial (PHI),” jelas Indra.
(gen)