KSPI Sinyalir Divestasi Saham Freeport Cuma Nasionalisme Semu

Yuliyanna Fauzi | CNN Indonesia
Selasa, 07 Mar 2017 19:30 WIB
Jika divestasi saham diberikan kepada BUMN, pemerintah dinilai tak memiliki kecukupan dana dan belum tentu BUMN sanggup mengelola.
Jika divestasi saham diberikan kepada BUMN, pemerintah dinilai tak memiliki kecukupan dana dan belum tentu BUMN sanggup mengelola. (CNN Indonesia/Martahan Sohuturon).
Jakarta, CNN Indonesia -- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mensinyalir bahwa rencana pemerintah untuk mengambil alih atau divestasi saham PT Freeport Indonesia (PTFI) dari semula sebanyak 30 persen menjadi 51 persen sebagai sikap nasionalisme semu.

Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, hal ini terlihat dari pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan yang menyebut divestasi saham bisa saja diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau kepada swasta.

Apabila divestasi saham diberikan kepada BUMN, Said menilai, pemerintah tak memiliki kecukupan dana dan belum tentu BUMN sanggup untuk mengelolanya. Sedangkan kepada swasta justru dicurigai hanya akan menguntungkan pihak asing lainnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jangan-jangan, nanti kasus seperti Newmont Nusa Tenggara, seolah ada nasionalisme, pemerintah ingin menguasai. Faktanya diberikan ke swasta, jadi Amman. Begitu diperiksa, Amman pemodal kapitalnya China," terang Said saat konferensi pers di Hotel Mega Proklamasi, Jakarta, Selasa (7/3).

"Kami setuju nasionalisme, tetapi kasus Newmont menjelaskan nasionalisme semu ini diserahkan ke swasta juga ujungnya," tegas Said.

Tak hanya soal divestasi, Said melanjutkan, pemerintah hanya melihat penyelesaian masalah dengan Freeport dari segi bisnis saja. Misalnya, dengan mengutamakan perubahan status dari semula Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Lantaran, sambung dia, pemerintah hanya fokus mengejar penerimaan negara dari bea keluar dan pajak yang harus dibayarkan oleh perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu saja.

Buktinya, pemerintah bisa menerbitkan IUPK Sementara pada beberapa waktu lalu dan memberikan rekomendasi izin ekspor mineral konsentrat kepada Freeport secara kilat hanya karena tak ingin kehilangan potensi penerimaan negara. Padahal, Freeport belum menunjukkan komitmennya untuk membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter).

Di sisi lain, seharusnya pemerintah mengutamakan pembangunan smelter untuk menjamin kelangsungan industri jangka panjang dan mengutamakan nasib para pekerja Freeport yang sebagian besar merupakan Warga Negara Indonesia (WNI) dan penduduk Papua.

"Jadi, debatnya bukan divestasi ,tapi bagaimana memperluas industri smelter supaya semua konsentrat bisa diolah sendiri di dalam negeri. Bikin satu pabrik yang bisa merekrut sampai dua ribu tenaga kerja," jelas Said.

Kepada 30 ribu pekerja Freeport yang di PHK, Said mendesak, pemerintah agar segera menyelesiakan permasalahan ini, baik melalui mediasi yang dilakukan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) hingga pembicaraan lanjutan kepada Freeport agar menjamin 30 ribu pekerja yang terlanjur dirumahkan tersebut.

Sekadar mengingatkan, Freeport resmi melakukan PHK usai perusahaan mengumumkan adanya pemberhentian produksi karena seretnya kemampuan smelter untuk mengelola hasil Tambang Grasberg seiring dengan tak diberikannya izin ekspor dari pemerintah kepada Freeport sejak 11 Januari 2016 lalu. (bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER