Indonesia-Sri Lanka Sepakat Dongkrak Penetrasi Pasar

Christie Stefanie | CNN Indonesia
Rabu, 08 Mar 2017 22:21 WIB
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, masih banyak ruang yang bisa digarap. Buktinya, nilai investasi Indonesia di Sri Lanka cuma US$300 juta.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, masih banyak ruang yang bisa digarap. Buktinya, nilai investasi Indonesia di Sri Lanka cuma US$300 juta. (AFP PHOTO / Bay Ismoyo).
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Indonesia berkomitmen mendorong optimalisasi pasar di kawasan Asia Selatan, khususnya Sri Lanka. Hal ini disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) usai bertemu dengan Presiden Sri Lanka Mathripala Sirisena di Istana Merdeka, Rabu (8/3).

Kedua kepala negara sepakat meningkatkan kerja sama di sejumlah sektor. Pemerintah Indonesia bahkan menyatakan dukungannya membangun Sri Lanka di sektor ekonomi melalui perdagangan bebas (free trade agreement).

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengungkapkan, perwakilan pemerintah sedang menyiapkan preferential trade agreement (PTA) untuk menggarap Sri Lanka sebagai pasar Indonesia lebih optimal.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sri Lanka salah satu pasar yang belum optimal kami garap. Masih banyak space (ruang) yang bisa kami gunakan untuk meningkatkan perdagangan," ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (8/3).

Ia mencontohkan, perdagangan terkait komoditi dan produk manufaktur. Nilai investasi Indonesia di Sri Lanka selama ini cuma sebesar US$300 juta. Surplus hingga 71 persen diperoleh dari total perdagangan.

Demi meningkatkan nilai tersebut, Jokowi menginstruksikan Retno bersama Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution ke Sri Lanka pada April atau Mei untuk menindaklanjuti rencana investasi.

"Kami mulai membahas mengenai item-item yang kami usulkan, mereka usulkan, dibahas. Jadi, masih sifatnya goods (barang)," tutur Retno.

Secara terpisah, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengungkapkan, selama ini, perdagangan Indonesia di Sri Lanka terhambat tingginya tarif. Hal itu yang mendasari kesepakatan ekonomi kedua pimpinan negara.

"(Tarif) Bukan hambatan baru. Harganya tinggi, karena belum ada perjanjian. Makanya, kami mau bikin. Targetnya kalau bisa tahun ini," terang Enggar.

Kesepakatan ini merupakan salah satu wujud permintaan Jokowi untuk mengoptimalkan pasar-pasar internasional dengan membidik beberapa negara potensial sebagai pasar baru.

Perluasan pasar ekspor menjadi syarat mutlak bagi Indonesia apabila ingin meningkatkan ekspor dan mengejar pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan mencapai 5,2 persen tahun ini. (bir/gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER