Jakarta, CNN Indonesia -- Ada banyak cara mengibarkan Bendera Merah Putih di panggung internasional. Salah satunya dengan mengikuti konferensi berskala global, seperti yang dilakukan Yudi Ashari Putra, mahasiswa program studi Internasional Relations, President University.
Dia menjadi salah satu peserta Harvard Project for Asian and International Relations (HPAIR) Conference, yang digelar di Universitas Harvard, 17-21 Februari lalu.
Di ajang tersebut, Yudi banyak menyoroti soal Hukou Policy atau Kebijakan Hukou yang diterapkan di China. Kebijakan yang dianggap ‘apartheid’ terhadap kelompok pekerja perkotaan yang ber-KTP luar daerah ini dibahas dalam Panel Masalah Kemanusiaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kebijakan Hukou telah diimplementasikan di China sejak tahun 1950-an. Peraturan ini melekatkan layanan kesehatan dan sejumlah layanan dasar lainnya dengan tempat tinggal.
Akibatnya, ketika China mengalami perkembangan pembangunan dalam beberapa dekade belakangan, banyak warga desa yang menyerbu kota untuk bekerja sebagai kuli bangunan, pembantu rumah tangga dan pekerjaan informal lainnya.
Imbasnya, karena tinggal tidak sesuai dengan kartu identitas, mereka pun tidak bisa mengakses sejumlah layanan dasar di kota tempat mereka bekerja. Sekitar 10 ribu orang dilaporkan meninggal dikaitkan dengan sulitnya mendapatkan layanan dasar akibat kebijakan Hukou.
“Para peserta panel ini menyepakati bahwa kebijakan itu melanggar hak-hak dasar warga negara dan merekomendasikan pencabutannya atau reformasi besar-besaran,” kata Yudi.
Selain itu Yudi juga menekankan kebijakan tersebut terasa dekat dengan kondisi di Indonesia, meski tak sepenuhnya sama.
“Membicarakannya dengan para delegasi 50-an negara dan pembicara yang sangat kompeten merupakan pengalaman luar biasa. Saya mendapatkan pengalaman langsung bagaimana masalah sekompleks ini dikuliti dan dianalisis,” kata dia.
Selain itu, bukan hanya membahas studi kasus, Yudi dan 300-an peserta lainnya juga berkesempatan bertemu sejumlah petinggi PBB, seperti Direktur Pelaksana United Nations International Children's Emergency Fund (Unicef) dan Direktur Pelaksana UN Women.
Bagi Yudi, menghadiri konferensi tersebut seperti melakukan magang di lembaga PBB.
Dia menyebut, terpilih menjadi peserta konferensi di Universitas Harvard, tidak semudah membalik telapak tangan. Kampus yang dia pilih, President University, ikut memuluskan jalan Yudi, yang bercita-cita menjadi diplomat.
Pasalnya, lingkungan kampus yang berbahasa Inggris, membuat dia tidak gagap di forum internasional. Apalagi, kampusnya terletak di Kawasan Industri Jababeka, kawasan industri terbesar di Asia Tenggara, tempat berlokasinya 1700 perusahaan multinasional dari 30 negara.