Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku puas dengan proses seleksi calon anggota Dewan Komisioner (DK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode 2017-2022. Pasalnya, selama proses seleksi panitia tidak mendapatkan tekanan dari luar.
"Saya sangat puas dengan prosesnya. Selama proses seleksi, tidak ada satupun dari kami yang mendapatkan intervensi atau tekanan dalam kami membuat assesment," tutur Sri Mulyani selaku Ketua Pansel dalam konferensi pers di Gedung Djuanda I Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Senin (13/3).
Selain itu, setiap anggota Panitia Seleksi (Pansel) juga berpartisipasi aktif dalam setiap tahapan seleksi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bebas semua menyampaikan pandangan, tidak ada rahasia, tidak ada pembicaraan setengah kamar. Semuanya dilakukan secara penuh, terbuka dan diambil secara aklamasi," ujarnya.
Sri Mulyani berharap, anggota DK OJK periode 2017-2022 mampu membawa sektor jasa keuangan untuk menunjang pembangunan dan menjalankan fungsi intermediari yang efisien.
Beberapa pekerjaan rumah yang harus dikerjakan adalah membuat dan melaksanakan regulasi secara konsisten, dan bisa menciptakan suatu sistem yang mampu mendeteksi dan melakukan koreksi secara dini jika ada gangguan pada sektor keuangan.
"Perlu kombinasi antara kompetensi, leadership, intergritas, maupun pemahaman mereka (anggota DK OJK)," ujarnya.
Berbeda dengan seleksi periode sebelumnya di mana OJK baru berdiri, Pansel saat ini memiliki kinerja pembanding dari kinerja OJK yang saat ini tengah berjalan. Karenanya, selama proses seleksi, Pansel menerima lebih banyak masukan dan informasi dari berbagai pihak yang berkepentingan. Dari sisi tahapan seleksi pun juga lebih mendetail dan mendalam.
Gubernur BI Agus DW Martowardojo mengungkapkan, pansel harus memilih 21 calon anggota DK OJK terbaik melalui empat tahap seleksi. Hal itu mengingat besarnya nilai aset industri keuangan yang saat ini menembus Rp16 ribu triliun, termasuk kapitalisasi pasarnya.
Agus berharap, ke depan, selain sebagai regulator, OJK juga bisa memegang peranan sebagai pengawas yang terintegrasi di bidang moneter, perdagangan, investasi, dan pembayaran.
Agus mengingatkan,Indonesia membayar mahal kondisi krisis ekonomi 1997-1998 yang berdampak pada krisis sosial dan krisis politik. Tercatat, total dana yang diperlukan untuk menyehatkan perekonomian Indonesia kala itu mencapai lebih dari Rp300 triliun, di mana sebagaiannya berasal dari surat utang.