Jakarta, CNN Indonesia -- PT PLN (Persero) akan mempelajari keekonomian 34 proyek pembangkit listrik mangkrak, yang diminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk diteruskan pembangunannya.
Sampai saat ini, manajemen masih menanti audit lengkap dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atas proyek yang tidak tuntas dikerjakan pemerintahan sebelumnya.
Direktur Pengadaan PLN Supangkat Iwan Santoso beralasan, tak semua pembangkit bisa dilanjutkan pengerjaannya. Ia masih memegang keputusan perusahaan sebelumnya, di mana sebanyak 23 pembangkit bisa dilanjutkan pembangunannya dan 11 pembangkit sisanya kemungkinan tetap akan diterminasi dan diganti dengan pembangkit baru.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, seiring instruksi Presiden Joko Widodo untuk semaksimal mungkin melanjutkan seluruh 34 proyek mangkrak, maka perusahaan akan menguji kembali kelayakan pembangunannya, khususnya bagi pembangkit-pembangkit yang rencananya akan diterminasi, jika audit BPKP sudah diterima.
"Kami sudah dapat instruksi dari Presiden terkait 34 proyek pembangkit mangkrak. Memang, rencana kami, ada beberapa pembangkit yang diterminasi. Namun, tentu perlu diuji kelayakan kelanjutan proyek setelah mendapat audit dari BPKP," tutur Iwan kepada CNNIndonesia.com, Senin (20/3).
Lebih lanjut ia menuturkan, audit BPKP dibutuhkan untuk menilai teknis perhitungan kerugian dari proyek-proyek mangkrak. Setelah teknis perhitungan didapatkan, perusahaan berharap bisa mengetahui untung-rugi sebuah proyek jika jadi dijalankan.
"Yang kami tunggu adalah eskalasi harga (yang digunakan di dalam proyek), terutama itu. Sehingga bisa ditemukan hitungan, apakah lebih menguntungkan kalau masih dilanjutkan," terangnya.
Siapkan Tiga OpsiIa melanjutkan, perusahaan juga sudah menetapkan tiga opsi untuk melanjutkan proyek-proyek mangkrak tersebut, yaitu dilakukan langsung oleh PLN, ditender ulang, atau dilanjutkan oleh pengembang listrik (
Independent Power Producer/IPP) yang lama.
Namun, sampai saat ini, perusahaan belum membagi-bagi pengerjaan pembangkit tersebut. Pasalnya, pihak yang akan mengerjakan pembangkit akan ditentukan berdasarkan hitungan kerugian yang dialami masing-masing proyek.
"Maka dari itu, kami butuh teknis perhitungan BPKP. Karena jika ada pembangkit diteruskan oleh kontraktor lama, kan tentu syaratnya pengerjaannya memakai syarat yang lama. Nah, ini apakah bisa sesuai dengan hasil hitungan BPKP. Kalau tidak, ya bisa dilelang atau dilakukan oleh PLN. Saya rasa sih, tidak harus selalu lelang," katanya.
Sebagai informasi, Jokowi menyoroti mangkraknya 34 pembangkit listrik sisa program
Fast Track Program (FTP) I dengan total kapasitas 627,8 MW. Pemerintah mengestimasi potensi kerugian 34 pembangkit ini sebesar Rp3,76 triliun.
Dari 34 pembangkit, PLN kemudian setuju untuk melanjutkan 23 proyek dan melakukan terminasi atas 11 pembangkit yang terdiri dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Kuala Tungkal (2x7 Megawatt (MW)), PLTU Bengkalis (2x10 MW), PLTU Ipuh Seblat (2x8 MW), PLTU Tembilahan (2x5,5 MW), PLTU Buntok (2x7 MW), PLTU Kuala Pambuang (2x3 MW), dan PLTU Tarakan (2x7 MW).
Selain itu, ada pula pembangkit yang diterminasi dan berlokasi di Indonesia timur seperti PLTU Bau-Bau (2x10 MW), PLTU Raha (2x3 MW), PLTU Wangi-Wangi (2x3 MW), dan PLTU Jayapura (2x13 MW). Made menyebut, proyek-proyek ini bukan bagian dari 35 ribu MW, melainkan bagian dari kontrak yang berjalan antara tahun 2007 hingga 2012.
Pekan lalu, Jokowi berharap pembangunan 34 pembangkit listrik yang sempat mangkrak bisa diteruskan. Asal, proses hukumnya sudah beres dan dibangun sesuai dengan keinginan pemerintah.
"Yang berkaitan dengan 34 pembangkit listrik kita yang mangkrak. Saya titip, ini titip, yang bisa ini diteruskan silakan diteruskan, tetapi dengan catatan-catatan sisi hukumnya harus sudah beres. Yang kedua, dibangun betul sesuai dengan kualitas yang kita inginkan," kata Jokowi, Sabtu (18/3) pekan lalu.