Jakarta, CNN Indonesia -- Saham emiten sektor barang dan konsumsi terbilang sepi peminat sepanjang pekan lalu. Tercatat, indeks sektor tersebut mengalami pelemahan paling tinggi dibandingkan dengan tiga sektor lainnya yang juga terkoreksi sebesar 0,96 persen.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), sektor infrastruktur turun 0,92 persen, agrikultur melemah 0,35 persen, dan manufaktur terkoreksi 0,2 persen. Sementara, enam sektor lainnya berhasil menguat.
Padahal, beberapa emiten yang berada di sektor barang dan konsumsi baru saja merilis laporan keuangan pada pekan lalu dan menunjukan hasil yang positif dengan sukses mendongkrak laba bersih.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
PT Unilver Indonesia Tbk (UNVR) misalnya, laba bersih perusahaan tumbuh 9,23 persen sepanjang tahun lalu menjadi Rp6,39 triliun dibandingkan 2015 sebesar Rp5,85 triliun.
Selain itu, PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) juga berhasil mencetak laba bersih sebesar Rp4,14 triliun pada tahun 2016, atau mengalami kenaikan 39,86 persen dari tahun sebelumnya Rp2,96 triliun.
Selanjutnya, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) meraup laba bersih Rp3,6 triliun. Angka tersebut naik 20 persen dari posisi 2015 yang hanya Rp3 triliun.
Namun demikian, pencapaian itu dinilai tidak direspons positif oleh pelaku pasar. Pasalnya, kenaikan kinerja ketiga emiten tersebut tidak terlalu signifikan atau di bawah ekspektasi.
"Sektor barang dan konsumsi turun karena hasil kinerja keuangan yang biasa-biasa saja, atau dibawah konsensus," ucap Kepala Riset Trimegah Securities Sebastian Tobing kepada CNNIndonesia.com, Senin (27/3).
 Kantor pusat Unilever. (AFP PHOTO / JOHN THYS) |
Dengan begitu, kondisi ini membuat sebagian pelaku pasar melakukan peralihan aset ke sektor lain yang dinilai lebih menguntungkan seperti, perbankan dan emiten PT Astra International Tbk (ASII).
"Ini juga karena siklus peralihan ke bank dan Astra International," imbuh Sebastian.
Sementara itu, analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta Utama menyatakan, beberapa harga saham emiten sektor barang dan konsumsi mengalami koreksi disebabkan prediksi inflasi Maret lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya.
"Pengumuman inflasi pada awal April diperkirakan naik menjadi 4,1 persen dari sebelumnya di posisi 3,83 persen," ujar Nafan.
Terbukti, harga saham Unilever Indonesia, Indofood Sukses Makmur, dan Indofood CBP mengalami pelemahan sepanjang pekan lalu. Menurut Nafan, ketiga emiten tersebut menjadi motor penggerak dari sektor barang dan konsumsi sendiri.
Harga saham Unilever Indonesia turun 1,76 persen, sedangkan Indofood Sukses Makmur terkoreksi 1,52 persen, dan Indofood CBP melemah 1,43 persen.
"Untuk saat ini, pergerakan saham Unilever Indonesia masih cenderung
sideways. Sementara, kenaikan harga saham Indofood CBP tertunda," sambung Nafan.
Di sisi lain, analis Recapital Securities Kiswoyo Adi Joe berpendapat, pelemahan indeks sektor barang dan konsumsi dapat dikatakan sebagai koreksi wajar karena sebelumnya sudah naik terlalu tinggi.
"Laporan keuangan Indofood Sukses Makmur, Indofood CBP, dan Unilever Indonesia bagus, sehingga bisa mendorong sektor konsumsi naik lagi nantinya," ujar Kiswoyo.
Rekomendasi BeliArtinya, ketiga emiten tersebut masih dinilai cukup baik secara fundamental. Sehingga, untuk pekan ini emiten sektor barang dan konsumsi masih direkomendasikan bagi pelaku pasar.
Kemudian, Nafan menuturkan, pelemahan harga saham yang dialami ketiga emiten itu akan dimanfaatkan oleh pelaku pasar untuk melakukan aksi beli. Sehingga, ia memasang status
buy untuk Unilever Indonesia dengan target harga Rp43.925 per saham hingga Rp44.500 per saham.
Berbeda dengan Kiswoyo dan Nafan, Sebastian tidak merekomendasikan saham sektor barang dan konsumsi untuk pekan ini. Ia merekomendasikan saham sektor tambang, khususnya PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID). Selain itu, Astra International juga dinilainya masih menarik.
"Harga batu bara masih bagus dan laporan keuangan Delta Dunia Makmur cukup bagus," terang Sebastian.
Asal tahu saja, Delta Dunia Makmur berhasil meraih laba bersih pada tahun 2016 sebesar US$37,08 juta. Pencapaian ini berbanding terbalik dari posisi tahun 2015 yang merugi sebesar US$8,3 juta.