Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatatkan realisasi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) bruto telah mencapai Rp265,77 triliun hingga kuartal I 2017. Ini berarti, 38,71 persen dari target penerbitan SBN bruto sepanjang tahun ini yang sebesar Rp686,5 triliun.
"Kami sudah mengeksekusi penerbitan SBN dari kebutuhan bruto itu 38,71 persen," ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Robert Pakpahan, Kamis (30/3).
Sebagai pembanding, pada kuartal pertama tahun lalu, realisasi penerbitan SBN bruto mencapai Rp262,41 triliun. Secara nilai, memang tampak lebih besar pada periode ini. Tetapi, realisasinya terpaut dari pencapaian periode yang sama tahun lalu yang sebanyak 47,19 persen dari target Rp556,06 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika dirinci, penerbitan Surat Utang Negara (SUN) sepanjang tiga bulan pertama tahun ini telah mencapai Rp169,33 triliun atau 34,61 persen dari target Rp489,31 triliun. Sementara, realisasi penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) mencapai 48,9 persen dari target Rp197,25 triliun atau sebesar Rp96,45 triliun.
Selama sisa tiga kuartal ke depan, pemerintah berencana kembali menerbitkan dua seri obligasi berdenominasi valuta asing (valas), yaitu obligasi berdenominasi euro dan yen.
Sementara, dari dalam negeri, pemerintah akan menerbitkan satu seri obligasi ritel berdenominasi rupiah. Kemudian, sisanya ditarik dari lelang reguler.
Secara neto, realisasi penerbitan SBN pada kuartal I 2017 telah mencapai Rp189,8 triliun atau 47,5 persen dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017, Rp399,99 triliun. Periode yang sama tahun lalu, realisasi penerbitan SBN neto adalah Rp171,72 triliun atau 52,5 persen dari target, Rp327,22 triliun.
Pangkas Tenor Surat UtangRobert mengungkapkan, tahun ini pemerintah berupaya memangkas rata-rata jatuh tempo surat utang negara menjadi delapan tahun selama dua tahun ke depan. Per akhir 2016, rata-rata waktu jatuh tempo adalah sembilan tahun.
"Sebagai konsekuensinya, kami mencoba untuk mengurangi penerbitan surat utang jangka panjang, meskipun kami tetap menerbitkan yang tenornya sampai 20 tahun, 30 tahun dengan volume yang dikurangi," pungkasnya.