Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan kebijakan pemerintah untuk menetapkan tarif batas atas dan batas bawah bagi taksi berbasis aplikasi
online, seperti GoJek, Grab, dan Uber, bakal menjadi salah satu sentimen terhadap laju inflasi pada April mendatang.
"Kemungkinan iya (ada dampaknya). Tapi, berapa pengaruhnya, kami belum menghitung, saya belum bisa prediksi," ujar Kepala BPS Suhariyanto di kantornya, Senin (3/4).
Menurut pria yang akrab disapa Ketjuk itu, penetapan batas tarif bagi taksi
online akan memengaruhi inflasi dari sisi komponen transportasi, komunikasi, serta jasa keuangan. Namun demikian, tak serta merta berbuah inflasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam catatan BPS, pada Maret 2017, kelompok transportasi, komunikasi, serta jasa keuangan berada pada zona deflasi atawa harga-harga sejumlah produk dan jasa pada komponen ini cenderung turun.
"Untuk sektor transportasi (Maret) terjadi penurunan tarif pulsa dan angkutan udara. Sektor ini menjadi salah satu yang deflasi," imbuh Ketjuk.
Oleh karenanya, dampak dari penerapan batas tarif taksi
online bisa saja tak sampai membuat komponen ini mengalami deflasi bila memang perubahannya tak besar. Lagipula, penggunaan taksi
online secara masif hanya terjadi di beberapa kota besar saja, misalnya, Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Denpasar.
Seperti diketahui, melalui Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi resmi mengubah 11 ketentuan bagi taksi
online yang berlaku mulai 1 April kemarin.
Dalam Permenhub tersebut, pemerintah mengatur soal tarif batas atas dan bawah, pembatasan jumlah, STNK berbadan hukum, kapasitas mesin kendaraan, pengujian berkala, tempat menyimpan kendaraan (
pool), bengkel, pajak, akses
dashboard, dan sanksi.
Khususnya untuk pengaturan tarif batas atas dan bawah bagi taksi
online, Kemenhub memberikan wewenang tersebut kepada pemerintah daerah (pemda). Dalam penentuan batas tarif tersebut, Budi berharap, pemda dapat mengatur sesuai dengan karakteristik dan kondisi perekonomian di masing-masing daerah.
Adapun, pengaturan batas tarif taksi
online dimaksudkan agar terjadi persaingan tarif yang sehat antara taksi
online dengan taksi konvensional. Pasalnya, selama ini, tak ada batasan tarif, sehingga cenderung menciptakan aroma persaingan yang tak sehat antara taksi
online dan taksi konvensional.
"Intinya, ada dinamika yang berujung kekerasan, konflik. Untuk itu, kami laksanakan sosialisasi Permenhub 32 ini yang intinya agar aturan baru ini menjadi lebih tertib dan bisa selesaikan masalah ini," pungkasnya.