Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu) telah melakukan pemblokiran izin terhadap 9.568 perusahaan yang tidak melakukan kegiatan impor selama 12 bulan. Kebijakan ini dilakukan sebagai bagian upaya penguatan reformasi kepabeaan dan cukai dalam memperbaiki pelayanan kepada publik dan penegakan hukum.
"Nama perusahaannya ada, cuma tidak melakukan kegiatan," tutur Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers di Gedung Djuanda I Kemenkeu, Senin (3/4).
Selain itu, lanjut Sri Mulyani, DJBC juga telah mencabut izin 50 perusahaan penerima fasilitas Gudang Berikat serta 88 penerima fasiltas Kawasan Berikat karena dianggap tidak memenuhi ketentuan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini tujuannya untuk membersihkan yang buruk-buruk sehingga yang baik memang patut mendapatkan pelayanan yang baik. Bukan kami ingin mengintimidasi," ujarnya.
Melalui upaya penertiban ini, kepatuhan pengguna jasa diharapkan akan meningkatkan serta mengamankan fasilitas fiskal yang diberikan.
Dengan demikian, ke depan, optimalisasi penerimaan DJBC dapat tercapai, tercipta perbaikan data statistik impor (devisa) dan perbaikan waktu layanan (
dwelling time).
 Kegiatan ekspor dan impor di pelabuhan Tanjung Priok. (REUTERS/Beawiharta) |
Sinergi dengan Ditjen PajakLebih lanjut, DJBC juga telah meningkatkan sinergi dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Hal ini dilakukan melalui
joint analysis and business process dengan DJP.
Dalam hal ini, kedua instansi melakuan pertukaran data pemberitahuan pabean dan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak untuk menyasar tingkat kepatuhan pengguna jasa.
Sebagai tindak lanjutnya, SJBC telah melakukan penertiban terhadap importer berisiko tinggi dan tidak menyampaikan SPT dengan melakukan pemblokiran terhadap 676 importir dan 30 perusahaan Gudang Berikat.
Kemudian, DJBC dan SJP juga membentuk single identity and business profile dengan menyatukan Nomor Indentitas Kepabeanan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) mulai 6 Maret. Dengan demikian, pengguna jasa cuku menggunakan NPWP untuk mengakses sistem kepabeanan.
Secara umum, kata Sri Mulyani, Tim Penguatan Reformasi Kepabeanan dan Cukai DJBC telah menyelesaikan 11 program penguatan reformasi sejak Desember 2016.
Selain penertiban pengguna jasa dan peningkatan sinergi dengan DJP, DJBC juga telah melakukan pemetaan titik rawan integritas; menggarap otomasi sistem dan prosedur; serta penambahan perusahaan penerima fasilitas Authorized Economic Operator (AEO) dan Mitra Utama (MITA) Kepabeanan.
Melalui fasilitas AEO dan MITA, perusahaan dapat memangkas sekitar 30 persen
dwelling time serta menurunkan biaya logistik perusahaan.