Jakarta, CNN Indonesia -- Center of Reform on Economics (CORE) meramal pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan mencapai 5,2 persen atau lebih tinggi ketimbang pertumbuhan ekonomi tahun ini yang diperkirakan hanya berkisar 5 persen.
Direktur Penelitian Core Mohammad Faisal optimistis, perekonomian global tahun depan sedikit membaik dengan perkiraan pertumbuhan 3,4 persen, lebih tinggi dari prediksi pertumbuhan tahun ini yang sebesar 3,1 persen. Hal ini memberikan dampak positif pada pertumbuhan ekonomi nasional.
Memang, ia mengakui, ketidakpastian yang masih membayangi berpotensi menghambat laju pertumbuhannya. Hal ini dipicu oleh perkembangan ekonomi China yang diprediksi masih akan melambat, keluarnya Inggris dari Uni Eropa, hingga kemenangan Donald J Trump dalam Pemilihan Presiden Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau dilihat tahun depan, kita masih dibayangi-bayangi oleh ketidakpastian global," ujarnya dalam paparan Core Economic Outlook 2017 di Hotel JS Luwansa, Rabu (23/11).
Kendati demikian, menurut Faisal, masih banyak juga peluang yang bisa dimanfaatkan. Pertama, peluang ekspor ke sejumlah negara, seiring dengan pertumbuhan ekonomi global. Kedua, pemulihan harga komoditas, sehingga akan berdampak positif pada ekspor Indonesia yang berbasis komoditas.
"Selain itu, ada juga perluasan basis pajak hasil dari program amnesti pajak yang harus ditindaklanjuti untuk mendorong penerimaan di sektor pajak," terang Faisal.
Apabila dirinci, dua sumber utama pertumbuhan ekonomi tahun depan, yaitu konsumsi rumah tangga yang diperkirakan akan tumbuh 5,1 persen dan berkontribusi sebesar 55 persen terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB), dan investasi yang diproyeksi naik sebesar 5,5 persen.
Faisal menjelaskan, konsumsi rumah tangga akan sedikit lebih baik dari tahun ini dipicu oleh naiknya pendapatan riil masyarakat, sejalan dengan pemulihan ekonomi domestik. Hal ini juga didukung oleh level inflasi yang masih stabil, yaitu di kisaran 4 persen.
Sayangnya, Faisal mengingatkan, tingkat suku bunga akan cenderung tumbuh terbatas sehingga belum banyak berperan dalam mendorong peningkatan konsumsi non pangan.
Adapun, di sektor investasi, pertumbuhannya akan didukung oleh beberapa faktor di antaranya peningkatan investasi infrastruktur baik pemerintah dan perusahaan pelat merah, potensi penurunan suku bunga kredit, dan iklim investasi yang kondusif.
Untuk konsumsi pemerintah, ia memproyeksi, pertumbuhannya sekitar 5 persen. Beberapa faktor yang berkontribusi positif pada pertumbuhan konsumsi pemerintah di antaranya perencanaan yang lebih hati-hati (prudent), sehingga menekan potensi pemangkasan anggaran, peningkatan realisasi belanja infrastruktur, penyerapan anggaran yang lebih baik dan potensi peningkatan penerimaan pajak.
Di sisi ekspor, pertumbuhannya diperkirakan akan membaik menjadi 0,8 persen setelah tumbuh negatif dalam dua tahun terakhir ini. Ia bilang, membaiknya ekspor dikarenakan pertumbuhan ekonomi negara tujuan ekspor, minus China.
Tak cuma itu, sambung dia, harga komoditas primer yang diperkirakan membaik dan potensi pelemahan kurs rupiah terhadap dolas AS juga menjadi pendorong ekspor. Namun, jangan lupa, kecenderungan kebijakan protektif dari negara tujuan ekspor, seperti AS, berpotensi menekan laju pertumbuhan ekspor.
Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi domestik yang masih lemah tahun depan akan berdampak pada penurunan impor. Meskipun demikian, masih tingginya ketergantungan Indonesia pada bahan baku impor masih berkontribusi positif pada peningkatan nilai impor. Core memperkirakan, tahun depan, impor akan tumbuh di level 0,3 persen.
(bir)