Jakarta, CNN Indonesia -- Tahun 2016 rupanya belum menjadi tahun keberuntungan bagi emiten transportasi, khususnya taksi. Dua perusahaan taksi yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) yakni, PT Blue Bird Tbk (BIRD) dan PT Express Transindo Utama Tbk (TAXI) membukukan kinerja yang buruk, baik dari sisi laba bersih maupun pendapatan.
Namun, jika keduanya dibandingkan, Blue Bird masih bisa bernafas lega karena masih meraup laba bersih sepanjang tahun lalu. Sementara, Express Transindo berbalik arah negatif karena menderita kerugian.
 Diversifikasi bisnis membuat grup Blue Bird masih bisa membukukan laba tahun lalu. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Laba bersih Blue Bird turun 38,43 persen dari Rp824,02 miliar menjadi hanya Rp507,28 miliar. Kondisi tersebut berbeda dengan Express Transindo yang merugi hingga Rp184,5 miliar, berbeda dengan posisi 2015 yang meraih laba bersih sebesar Rp32,24 miliar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari sisi pendapatan, tingkat penurunan Express Transindo lebih besar jika dibandingkan dengan Blue Bird yakni, 36,27 persen. Artinya, pendapatan perusahaan tahun 2016 hanya sebesar Rp618,2 miliar, sedangkan tahun 2015 sebesar Rp970,09 miliar atau hampir Rp1 triliun.
Sementara itu, raihan pendapatan Blue Bird tahun lalu sebesar Rp4,79 triliun, turun 12,43 persen dari sebelumnya Rp5,47 triliun.
 Perbandingan kinerja keuangan dua emiten taksi tahun lalu. (CNN Indonesia/Laudy Gracivia) |
Seperti diketahui, kinerja emiten transportasi memang terpuruk dalam beberapa tahun terakhir karena munculnya perusahaan transportasi daring (
online) seperti Uber, Go-Jek, dan Grab. Pasalnya, harga yang ditawarkan oleh ketiga perusahaan tersebut jauh lebih rendah dari taksi konvensional, sehingga masyarakat mulai beralih kepada layanan transportasi
online.
Namun, Blue Bird masih beruntung karena memiliki diversifikasi bisnis lain seperti bisnis rental bus dan mobil. Sehingga, kinerja keuangannya masih terjaga dengan mencetak laba bersih.
"2016 memang turun tapi menghasilkan laba bersih walaupun tidak lebih tinggi dibandingkan dengan 2015, lebih baik dibandingkan Express Transindo yang merugi," ucap analis senior Binaartha Securities, Reza Priyambada kepada CNNIndonesia.com, kemarin.
Memang, pada akhir tahun lalu ada kerja sama antara Express Transindo dengan Uber. Namun, hal itu belum dapat mendorong kinerja Express untuk tahun buku 2016 karena baru berjalan. Sementara, untuk Go-car dan Blue Bird baru dilakukan tahun ini.
Untuk memperbaiki kondisi ini, pemerintah pun mengambil sikap tegas dengan merevisi Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
Aturan itu resmi berlaku pada 1 April 2017. Di mana, tarif taksi
online akan memiliki tarif batas atas dan batas bawah. Sehingga, perbedaan harga antara taksi
online dan konvensional tidak lagi berbeda jauh.
Namun demikian, dengan aturan itu bukan berarti dapat secara langsung mengalihkan kebiasaan masyarakat yang sudah berpindah ke taksi
online untuk kembali pada taksi konvensional. Pasalnya, pelayanan yang diberikan oleh taksi
online bisa dikatakan telah membuat masyarakat jatuh cinta karena kemudahan yang diberikan.
"Sebenarnya ya, masyarakat sudah terlalu nyaman dengan keramahan dan kemudahan taksi
online. Jadi masih perlu dilihat lagi. Apakah semata-mata hanya harga, tidak juga," turur Reza.
Hanya saja, bukan berarti kinerja emiten taksi konvensional tidak bisa membaik tahun ini. Di sisi lain, dengan adanya aturan itu dapat membuat masyarakat mulai mencoba kembali untuk menggunakan taksi konvensional karena harga yang terbilang tak jauh beda.
Jika memang ada pengalihan penumpang sekitar 10-20 persen, maka tidak menutup kemungkinan kinerja Blue Bird dan Express Transindo dapat tumbuh 10 persen-20 persen di tahun 2017 ini.