Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno berharap anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) segera menyetujui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas (PT), yang menjadi landasan hukum pelaksanaan pembentukan induk perusahaan (
holding) BUMN.
"Saya harapkan tidak ada isu lagi. Terus terang, Komisi VI itu mitra kami. Jadi, kami harapkan dalam waktu dekat ada rapat kerja lagi untuk finalisasi (PP
holding)," ucap Rini di Kementerian BUMN, Selasa (18/4).
Menurut Rini, seharusnya DPR sudah menghapus segala keraguan dari rencana pemerintah tersebut. Sebab, tujuan
holding agar tercipta sinergi yang lebih kuat antar perusahaan pelat merah, sekaligus menjadi perpanjang tangan pemerintah dalam mengembangkan industri di masing-masing sektor.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini untuk optimalisasi, bagaimana agar kemampuan kami sebagai korporasi yang berkualitas dan transparan sehingga pertanggungjawabannya jelas, targetnya jelas," terang Rini.
Oleh karena itu, persetujuan dari DPR menjadi penting bagi pemerintah agar dasar hukum yang tertuang dalam PP
holding dapat segera dijalankan sehingga pembentukan
holding tak mengulur-ulur waktu lagi.
Kemudian, bila pembentukan
holding telah berjalan, para perusahaan yang ditunjuk sebagai pemimpin
holding per sektor dapat segera mempersiapkan peleburan aset dan saham antar perusahaan yang tergabung dalam satu
holding.
Sementara, berdasarkan rapat kerja terakhir antara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, yang hadir mewakili Rini, dengan Komisi VI DPR. DPR meminta pemerintah untuk kembali merevisi PP
holding.
Salah satu yang dipermasalahkan, yakni pasal tentang Penyertaan Modal Negara (PMN) yang berasal dari kekayaan negara berupa saham milik negara pada BUMN dan PT.
Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa pemberian PMN tersebut oleh pemerintah pusat tanpa melalui mekanisme penyertaan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Hal ini, menurut DPR, berpotensi membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersudut bila memberikan persetujuan PMN tanpa dimasukkan ke dalam APBN. Oleh karenanya, DPR menjadwalkan ulang agar rapat kerja bisa kembali digelar oleh DPR dan pemerintah guna merinci tiap-tiap pasal yang ada dalam PP
holding.