Jakarta, CNN Indonesia --
PT Bank Central Asia Tbk mengantongi laba bersih sebesar Rp5 triliun pada kuartal I 2017. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, pencapaian tersebut tercatat tumbuh 10,7 persen dari Rp4,5 triliun. Pertumbuhan positif laba emiten dengan kode BBCA itu terutama berasal dari pendapatan bunga bersih dan pendapatan operasional lainnya.
"Pendapatan bunga bersih perseroan tercatat meningkat 3,1 persen menjadi Rp10 triliun. Sedangkan, pendapatan operasional lainnya melesat 12,2 persen mencapai Rp3,4 triliun," ujar Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja, Kamis (20/4).
Di sisi lain, bisnis penyaluran kredit perseroan tumbuh 9,4 persen menjadi Rp409 triliun. Adapun, faktor penopang pertumbuhan kredit, yakni segmen korporasi yang melonjak 17,9 persen. Diikuti oleh segmen konsumer yang naik 10,4 persen, dan kredit komersial dan usaha kecil dan menengah (UKM) yang tumbuh tipis 1,7 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, dana murah juga masih membanjiri pundi-pundi BCA. Per kuartal I 2017, dana pihak ketiga (DPK) perseroan tumbuh 13,8 persen mencapai Rp535,1 triliun, di mana pertumbuhan dana murah (casa) melejit 12,1 persen dan masih berkontribusi besar terhadap porsi DPK BCA.
"Diharapkan pada ketidakpastian perubahan suku bunga global dan risiko ketidakstabilan arus dana global, kami akan memperhatikan posisi likuiditas dan permodalan yang kokoh, seraya mempertahankan kualitas kredit," imbuh Jahja.
Tak Andalkan NIM
Pesona pendapatan bunga bersih agaknya semakin memudar dalam mendongkrak laba BCA. Menyadari hal itu, Jahja bilang, manejemen mulai banting setir mencari pendapatan dengan memperbesar volume. Misalnya, di kredit pemilikan rumah dan kredit kendaraan bermotor, meski bunganya rendah, namun kredit yang dikucurkan semakin bejibun.
"Kami cari
spread dari volume. Karena, lending rate, kami sudah coba lakukan penyesuaian. Toh, dari sisi
funding, sudah sulit untuk turun lagi. Makanya, mungkin NIM kecil, tetapi
spread lebih besar. Ke depan, kami cari pendapatan dari
non interest income, seperti pendapatan komisi," terang dia.
Sekadar gambaran, NIM perseroan pada 31 Maret 2017 tercatat 6,3 persen. Apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, NIM perseroan menurun 70 basis poin (bps) dari 7 persen dan lebih rendah 50 bps dari NIM kuartal keempat 2016, yaitu 6,8 persen.