Indonesia Gugat Australia Soal Bea Masuk Anti Dumping Kertas

CNN Indonesia
Jumat, 26 Mei 2017 07:04 WIB
Bea Masuk Anti Dumping yang dikenakan kepada tiga eksportir atau produsen Indonesia masing-masing sebesar 12,6 persen, 35,4 persen, dan 38,6 persen.
Bea Masuk Anti Dumping yang dikenakan kepada tiga eksportir atau produsen Indonesia masing-masing sebesar 12,6 persen, 35,4 persen, dan 38,6 persen. (ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana).
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Indonesia menggugat Australia terkait tuduhan tindakan dumping dan subsidi produk kertas fotokopi ukuran A4, termasuk pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) terhadap tiga perusahaan asal Indonesia. Pemerintah Australia resmi mempublikasikan laporan hasil penyelidikan tindakan dumping dan subsidi produk kertas tersebut pada 19 April 2017 lalu.

"Keputusan yang dikeluarkan oleh Assistant Minister for Industry, Innovation and Science mengenakan Bea Masuk Anti-Dumping kepada tiga eksportir atau produsen kertas Indonesia," kata Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, mengutip ANTARA, Kamis (25/5).

Enggartiasto menjelaskan, pengenaan BMAD tersebut mengecualikan satu eksportir atau produsen yang volume dumpingnya tidak melampaui batas minimum dua persen (negligible level) atau di bawah dua persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara, Bea Masuk Imbalan (BMI) tidak dikenakan, karena penyelidikan subsidi oleh pemerintah Australia telah dihentikan, mengingat subsidi yang diberikan Indonesia juga tidak melampaui batas minimum dua persen.

Terhitung mulai 20 April 2017, BMAD yang dikenakan kepada tiga eksportir atau produsen Indonesia masing-masing sebesar 12,6 persen, 35,4 persen, dan 38,6 persen, yang akan diberlakukan selama lima tahun ke depan.

Upaya pengamanan, khususnya terkait pernyataan pemerintah Australia menyebutkan terdapat kondisi yang disebut Particular Market Situation (PMS) di industri kertas Indonesia yang mengakibatkan meningkatnya besaran margin dumping yang dikenakan ke eksportir/produsen Indonesia.

Selain itu, pernyataan adanya kondisi PMS di Indonesia dimaksud bukan tidak mungkin akan kembali mengundang otoritas investigasi Australia atau otoritas investigasi negara lain untuk menginisiasi tuduhan trade remedy atawa domino effect.

Direktur Pengamanan Perdagangan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Pradnyawati menuturkan, pemerintah menilai tuduhan dumping kertas asal Indonesia tersebut tidak adil.

"Pemerintah Indonesia telah menyampaikan sanggahan terkait PMS ini melalui berbagai cara, mulai dari konsultasi, penyampaian surat Menteri, hingga melayangkan gugatan ke Anti-Dumping Review Panel (ADRP) Australia," imbuh Pradnyawati.

Gugatan tersebut dilayangkan dengan keyakinan bahwa otoritas investigasi Australia tidak melandasi keputusannya dengan bukti yang kuat dan hanya sekadar menggunakan asumsi.

Perusahaan juga melakukan gugatan atas pernyataan tersebut dan bahkan akan membawa otoritas investigasi Australia ke forum Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/DSB) World Trade Organnization (WTO).

"Pemerintah Indonesia akan terus berupaya mengamankan akses pasar kertas fotokopi A4 Indonesia yang nilai ekspornya ke Australia pada tahun 2016 mencapai US$34 juta," terang Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan.

Senada dengan Enggartiasto, Ketua Tim Perunding Indonesia untuk Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) Deddy Saleh juga menyampaikan bahwa pengenaan bea masuk atas kertas Indonesia sudah pasti akan memengaruhi pembicaraan dalam perundingan IA-CEPA.

Penyelidikan tuduhan dumping dan subsidi terhadap produk kertas fotokopi A4 Indonesia ini diinisiasi pada 12 April 2016 atas permohonan Industri kertas domestik Australia.

Tahun penyelidikan adalah 2015 dimana pada tahun tersebut nilai impor kertas fotokopi A4 Australia dari Indonesia adalah sebesar US$25,1 juta atau mencapai 33,4 persen dari total nilai impor kertas Australia dari dunia yang mencapai US$75 juta.

Selain Indonesia, negara yang dituduh dalam penyelidikan ini oleh pemerintah Australian, yaitu Brasil, China, dan Thailand untuk dumping. Sedangkan, terkait subsidi, negara lain yang dituduh adalah China.

Klaim industri kertas Australia adalah mereka mengalami injury karena penurunan volume penjualan dan keuntungan, tekanan harga, serta berkurangnya pangsa pasar, tenaga kerja, kapasitas, serta investasi.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER