TOP TALKS

Menilik Freeport Dalam Mengelola Tambang Grasberg

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Senin, 29 Mei 2017 11:42 WIB
Tambang Grasberg dikenal sebagai penghasil emas dan tembaga kedua terbesar di dunia dan saat ini dikelola Freeport Indonesia. Seperti apa pengelolaannya?
Foto: CNN Indonesia/Galih Gumelar
Jakarta, CNN Indonesia -- Tambang Grasberg di Papua disebut-sebut sebagai salah satu tambang paling berharga di dunia. Tambang yang dikelola PT Freeport Indonesia ini dikenal sebagai penghasil emas dan tembaga kedua terbesar di dunia. Tercatat hingga akhir 2016, cadangan tembaga Freeport di Grasberg mencapai 26,1 miliar pon dan emas mencapai 25,8 juta ons.

Mengoperasikan tambang yang terdapat di ketinggian 4.285 meter di atas permukaan laut ini tentu tidak mudah. Lantas, bagaimana strategi Freeport dalam mengelola tambang ini? Berikut petikan wawancara CNNIndonesia.com dengan Vice President Underground Mining PT Freeport Indonesia Hengky Rumbino baru-baru ini.

Apakah bisa dijelaskan spesifikasi Tambang Grasberg seperti apa?

Kami di sana rata-rata memiliki luasan footprint 1 kilometer (km) dikali 800 meter (m). Bervariasi lah, namun untuk size produksi, kami bisa capai 80 ribu ton per hari dengan menggunakan metode block caving (ambrukan). Nah, kedepannya ada salah satu tambang kami, namanya Grasberg block cave yang bisa mencapai produksi 160 ribu per hari atau dua kali lipat tambang sebelumnya, karena badan bijihnya dua kali lipat. Nantinya, luasan ini sebesar 2 km kali 1,6 km, sehingga kami bisa lipat gandakan produksi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tambang Grasberg ini beda, sangat besar. Apa tantangannya?

Kalau kami lihat, tambang Grasberg ini memang sangat besar. Ini adalah tambang permukaan dengan kapasitas produksi besar sehingga kami menggunakan peralatan tambang yang memang kualitas nomor satu. Tantangannya unik, karena kami beroperasi di ketinggian yang ekstrim dan ini butuh ketangguhan operator yang cukup baik. Memang ada fatigue issue, mengantuk, dan kondisi alam yang kerap berubah yang membuat ini menjadi challenge (tantangan) tersendiri. Namun, benefit (keuntungan) ini bukan hanya untuk Papua, tapi juga bisa bagi sarjana-sarjana indonesia.

Di samping itu, di tambang bawah tanah, 98 persen dijalankan oleh anak-anak Indonesia. Mereka juga ikut menjalankan operasi. Tantangan yang kami punya adalah medan yang ekstrim. Tambang kami pun termasuk tambang dalam, saat ini kita menambang di kedalaman 1,6 km. Menambang di jarak seperti itu harus dilakukan dengan baik tanpa adanya kecelakaan kerja.

Kalau kami lihat, tantangan paling besar adalah di kedalaman dan kemungkinan adanya ledakan. Dengan beban secara vertikal yang tinggi, struktur batuan compact (rapat), maka batuan bisa tidak tahan dan bisa meledak sendiri, jika kami lakukan pembukaan terowongan dan terjadi pelipat gandaan tegangan di sana.

Masing-masing tambang ada karakteristik berbeda-beda. Kami mengembangkan sistem seismik monitoring sendiri, yang memastikan bahwa ledakan bisa diprediksi sehingga kami bisa pindahkan orang dari situ. Lalu kami juga lakukan penanganan lumpur basah, karena bahayanya tinggi. Pasalnya, kalau ada lumpur, kami bisa tertimbun. Beda dengan di area terbuka, kalau ada luncuran lumpur, kami bisa menyelamatkan diri.

Karakteristik tambang kami itu basah dan ini tidak ada di penambangan lain di seluruh dunia. Hanya di tambang kami saja, kami bisa melakukan pengambilan hasil tambang di 600 titik yang sifatnya basah dengan cara remote operasi. Ini yang membedakan operasi kami dengan di luar. Kami bisa lakukan sistem remote hingga 18 unit. Kalau di luar negeri bisa dua unit saja dan tidak bisa melakukan remote hingga 10 unit. Orang luar pun belajar dengan kami, bagaimana mengoperasikan tambang dengan keselamatan kerja yang baik dan kerumitan kerja seperti itu.

Tambang FreeportFoto: Dok. PT Freeport Indonesia
Tambang Freeport

Perusahaan apa saja yang sudah berguru dengan Freeport untuk teknologi automasi ini?


Sistem ini menggunakan produk caterpillar dengan teknologi yang tidak ada di tambang yang lain. Karena kami tidak punya acuan, jadi kami bentuk sendiri teknologinya. Karena kami kembangkan di tambang kami, maka ini menjadi benefit, bisa dijual ke tempat lain. Ada beberapa perusahaan lain seperti El Teniente yang datang dan belajar mengoperasikan tambang di lumpur basah. Pasalnya, mereka juga menemukan bahwa area produksi mereka mulai terekspos dengan air, sehingga mereka khawatir akan tingkat keselamatannya. Untuk itu, mereka datang tahun lalu, melihat prosedur kami menjalankan operasi yang akan menjadi pelajaran untuk mereka. Ada beberapa juga yang sudah datang, seperti perusahaan asal Chile. Ada juga Henderson Mine, yang merupakan tambang operasi Freeport di Amerika Serikat.

Berapa lama perusahaan menyusun sistem automasi secara mandiri tersebut?

Tahun 2008. Tapi saat itu baru on and off, bahkan sampai hari ini masih dikembangkan sistemnya. Meski masih ongoing process hingga saat ini, tapi pergerakannya ke arah positif.

Berapa investasi yang sudah dikeluarkan perusahaan untuk tambang Grasberg ini?

Investasi yang kami gelontorkan antara 2004 hingga 2016 total sudah US$8,2 miliar, di mana US$6,2 miliar untuk underground mining (tambang bawah tanah). Kalau operasi normal dari tahun 2017 hingga 2041, mungkin investasinya bisa mencapai US$13,6 miliar. Ini pure ekspansi undergorund.

Kami juga menambah kemampuan fasilitas pengolahan (mill), karena penambangan bawah tanah ini kedepannya akan ada pyrite, yaitu material tambang dengan tingkat keasaman tinggi. Pyrite ini harus diolah, kalau tidak ya sayang. Namun, kalau ekspansi kan juga perlu listrik, mungkin itu yang akan ditambah. Tetapi, mayoritas spending nantinya untuk underground mining.

Butuh berapa tahun agar Grasberg bisa mencapai puncak produksi?
Ini kan tergantung material yang mau ditambang. Kalau di permukaan kan gampang, dalamnya hanya 200 hingga 300 meter. Kalau di Freeport, kami sudah menambang di lift ke-empat, yaitu 1,6 km dari permukaan. Makanya butuh akses dulu, itu yang kami bangun dari 2004 hingga 2010. Setelah itu dilanjutkan pengembangan produksi sejak 2010 sampai 2015, butuh lima tahun lagi.

Kalau sesuai asumsi, dan tidak ada masalah dengan perizinan, dari 2015 hingga peak produksi butuh waktu lima tahun, sehingga pada tahun 2021 kita bisa mencapai kapasitas puncak. Bayangkan, untuk mencapai kapasitas puncak, butuh waktu 17 tahun dari 2004 hingga 2021. Di produksi puncak bisa bertahan lima tahun lalu akan turun secara bertahap sampai habis.

Melihat produksi sebesar itu, lalu seberapa besar manfaat Tambang Grasberg untuk Papua?
Tentu saja ada dampak ekonomi karena ini membuka lapangan kerja yang banyak. Bukan hanya bagi karyawan dari tujuh suku di Papua, tapi juga bagi karyawan lainnya. Jadi membuka lapangan kerja dan kami bisa dapat penghasilan yang baik.

Kemudian dengan adanya Freeport, dari perspektif saya, kami bisa belajar semaksimal mungkin untuk menjadi seorang penambang yang baik. Kesempatan itu saat ini terbuka, dan hanya ada di tambang besar internasional seperti BHP Billiton dan Rio Tinto. Tak usah jauh-jauh, di Freeport ada akses untuk itu. Dengan adanya operasi Freeport, inilah kesempatan baik mengingat pelatihan di Freeport bukan hanya di (pertambangan) konvensional, namun peralatannya juga high end. Sistem automasi kami pun tidak ada duanya.

Sehingga, nilai plusnya, skill dan knowledge kami sebenernya sama. Tinggal seberapa berani untuk "menjual" keahlian dan kemampuan itu agar bisa berdaya saing secara internasional. (agi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER